TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan larangan terhadap partai baru berkampanye calon presiden dalam Pilpres 2019 tak masuk akal. "Sementara warga negara tak dilarang kampanye atau menyumbang dana kampanye presiden karena memang diperbolehkan," kata Titi kepada Tempo, Jumat, 23 Maret 2018.
Komisi Pemilihan Umum berencana memasukan larangan kampanye bagi partai baru pada Pilpres 2019. Aturan tersebut dimasukkan ke dalam draft rancangan peraturan KPU tentang kampanye, yang masih dalam proses penyelesaian.
Baca: Tak Bisa Kampanye Pilpres, Partai Baru Bisa Gunakan Strategi Lain
Titi mengatakan, berdasarkan Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, pengusulan calon presiden dan calon wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai peserta pemilu yang mempunyai kursi 20 persen atau 25 persen suara hasil pemilu DPR sebelumnya.
Namun, menurut dia, partai baru boleh saja mengusung capres dan cawapres meski nilai dukungannya nol lantaran tak punya kursi dan suara dari pemilu lalu. Karena nilainya nol, partai baru itu harus berkoalisi dengan partai lain yang punya suara dan kursi.
"Bagaimanapun juga mereka parpol peserta pemilu hanya bedanya dia enggak punya kursi," kata Titi. "Walau Pasal 222 UU Pemilu bilang yang boleh mengusung parpol yang punya kursi dari pemilu DPR lalu, tapi kan juga tidak ada larangan, karena mereka peserta pemilu."
Baca juga: Pemilu 2019, Perludem Jelaskan Berbagai Kerumitannya
Titi menuturkan, kalau relawan saja diperbolehkan berkampanye untuk paslon, maka parpol yang berbadan hukum semestinya tak dilarang untuk memberi dukungan dan kampanye, sepanjang dia mengikuti aturan. "Misalnya, melaporkan dana yang dia keluarkan untuk mendukung seorang calon, sebagai sumbangan dana kampanye," ujarnya.
Intinya, kata dia, siapa pun yang berkampanye, dana yang dikeluarkan harus dilaporkan dalam bentuk laporan dana kampanye. Apabila ada kader parpol lain dilibatkan dalam tim pelaksana kampanye pun, dia melanjutkan, nama-namanya harus dilaporkan ke KPU.
Titi berpendapat parpol mestinya bisa dilihat sebagai dua hal, yaitu badan hukum lantaran organisasinya adalah organisasi berbadan hukum dan peserta pemilu, juga dilihat orang-orangnya yang merupakan warga negara Indonesia. Dengan begitu, semestinya memiliki hak yang sama untuk mendukung seorang capres.
"Intinya, kalau individu parpol ikut tim kampanye ya harus dilaporkan ke KPU. Kalau parpolnya nyumbang paslon ya sumbangannya harus dilaporkan," ujarnya
Komisioner KPU Hasyim Asyari menuturkan aturan larangan bagi partai baru berkampanye untuk calon presiden dalam Pilpres 2019 belum final. "Masih diperbincangkan. Gini lho, belum diputuskan," kata Hasyim.
Menurut Hasyim, larangan itu sudah sesuai dengan Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Pasal itu menerangkan bahwa yang dapat mencalonkan presiden adalah partai politik peserta pemilu 2014.
"Pertanyaannya, siapa yang bisa menyelenggarakan kampanye? UU mengatur calon, tim kampanye, dan orang-orang yang ada di situ," ujarnya. "Nah, kalau ada partai tidak ikut mencalonkan mengkampanyekan kan jadi pertanyaan, Anda siapa?"