TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Masyarakat Sipil mengecam aksi persekusi terhadap media massa, seperti tindakan Front Pembela Islam yang dilakukan terhadap Tempo pada Jumat, 18 Maret 2018. FPI menggeruduk kantor Tempo ihwal karikatur yang dimuat dalam Majalah Tempo edisi 26 Februari 2018 yang ditafsirkan menghina Rizieq Shihab.
Direktur Eksekutif Lembaga Hukum Pers, Nawawi Baharudin mengatakan, tindakan FPI tersebut sudah mencederai demokrasi, karena ada unsur pemaksaan dan persekusi yang diarahkan kepada Tempo. "Tempo dipaksa minta maaf," ujarnya di Kantor LBH pada Rabu, 21 Maret 2018.
Baca: DPR Anggap Tindakan FPI terhadap Tempo Mengancam Kebebasan Pers
Menurut Nawawi, ada pembiaran oleh penegak hukum saat FPI menggeruduk Tempo hingga terjadi pelemparan botol air mineral dan perebutan kacamata Pemimpin Redaksi Majalah Tempo Arief Zulkifli di tengah massa. Hal ini dianggapnya sebagai sebuah keprihatinan dalam memperjuangkan demokrasi dan penghormatan hak asasi manusia di Indonesia.
Nawawi menilai ancaman ini bukan hanya kepada Tempo. Jika penegak hukum tidak segera mengambil tindakan tegas, tindakan FPI tersebut akan menular dan mengancam kemerdekaan pers yang sudah di lindungi Undang-undang. "Ini ancaman yang nyata kepada semua media di Indonesia," ujarnya.
Baca: Dewan Pers: Aksi Massa ke Kantor Media Bisa Dianggap Intimidasi
Ketua Aliansi Jurnalis Independen Indonesia, Abdul Manan mengatakan yang dilakukan Tempo adalah sebuah kegiatan jurnalistik yang dilindungi UU dan Konstitusi. Seharusnya, jika ada salah satu pihak atau kelompok yang merasa dirugikan oleh media, maka mekanismenya adalah menempuh penyelesaian sengketa pers sesuai Undang-undang Pers.
Media bisa memberikan hak jawab atau hak koreksi bagi pihak yang merasa dirugikan sebagaimana yang diatur dalam pasal 4 UU Pers tahun 1999. "Atau mengadukannya kepada Dewan Pers," kata Manan.
Menurut Manan, kejadian ini yang dialami Tempo adalah bukti dari pembiaran oleh penagak hukum selama ini. Tempo bukan media pertama yang mengalami persekusi oleh suatu ormas atau kelompok. "Seperti Kompas, Metro TV, Tirto, karena dibiarkan, celah ini menjadi ruang bagi kelompok tertentu untuk mempersekusi media," ujarnya.
Koalisi yang terdiri dari AJI, LBH Pers, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, KontraS, Safenet, dan Amnesty Internasional Indonesia ini pun menuntut sejumlah hal.
1. Menuntut Presiden Joko Widodo untuk bersikap tegas untuk membela kebebasan pers dan kebebasan berekspresi sebagai wujud keberpihakan kepada demokrasi dan hak asasi manusia.
2. Menuntut kepada semua pimpinan politik untuk memiliki rasa tanggung jawab dan toleransi dalam kehidupan bernegara agar demokrasi dapat berjalan dengan baik dan hak asasi manusia dapat dinikmati oleh warga negara.
3. Mengimbau kepada semua pihak yang merasa memiliki keberatan terhadap karya jurnalistik, untuk tetap menghormati kebebasan pers dan kebebasan berekspresi dengan cara menempuh penyelesaian sengketa pers, sebagaimana diatur dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers