TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengkritik keikutsertaan Gubernur Jambi Zumi Zola dalam kegiatan pemberantasan korupsi yang digagas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pemerintah Provinsi Jambi.
“Sulit dipahami secara akal sehat bagaimana mungkin KPK melibatkan tersangka korupsi untuk kegiatan pemberantasan korupsi?” kata koordinator ICW, Adnan Topan Husodo, dalam keterangan pers pada Selasa, 20 Maret 2018.
Zumi Zola menghadiri acara monitoring dan evaluasi Rencana Aksi Program Pemberantasan Korupsi Terintegrasi di Provinsi Jambi yang diisi oleh KPK. Zumi hadir dan sempat membuka acara tersebut.
Baca: KPK Klarifikasi Kegiatan Pencegahan yang Libatkan Zumi Zola
ICW menilai status Zumi sebagai tersangka kasus suap sejumlah proyek di Jambi membuatnya tidak pantas menghadiri acara tersebut. Adnan khawatir bila Zumi diikutsertakan dalam acara tersebut, justru bakal merusak citra KPK. KPK, kata Adnan, akan dianggap berkolaborasi dengan tersangka korupsi.
Menurut Adnan, mengundang dan meminta tersangka korupsi membuka acara dan melibatkannya dalam satu forum antikorupsi merupakan sebuah keteledoran dan tidak berjalannya fungsi pengawasan di internal KPK. “Sangatlah tidak mungkin tersangka atau pelaku korupsi akan sungguh-sungguh membantu KPK ataupun berperang melawan korupsi,” katanya.
Atas kejadian tersebut, Adnan meminta KPK menghentikan kegiatan monitoring dan evaluasi yang berlangsung sejak 19 Maret dan akan berakhir pada 23 Maret 2018 itu. Dia juga mengimbau KPK melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan fungsi pengawasan dan manajerial di internal agar kejadian serupa tidak terulang.
Baca: Zumi Zola Tersangka, Mendagri Tunggu Rekomendasi KPK Soal Plt
Adnan juga meminta KPK memeriksa pegawai yang bertanggung jawab dalam kegiatan tersebut. Dia menduga pegawai itu telah melanggar Undang-Undang KPK yang melarang semua pegawai KPK berhubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang berhubungan dengan tindak pidana korupsi yang ditangani KPK. “Pasal 66 Undang-Undang KPK bahkan menyebutkan adanya ancaman pidana hingga 5 tahun penjara terhadap pelanggaran itu,” ujarnya.
Selain melanggar undang-undang, Adnan menyebutkan pegawai tersebut berpotensi melanggar Peraturan KPK Nomor 7 Tahun 2013 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK, khususnya Nilai-nilai Integritas Angka 12. Peraturan itu juga melarang pegawai bertemu dengan tersangka korupsi, kecuali dalam rangka melaksanakan tugas dan dengan sepengetahuan pimpinan KPK.