TEMPO.CO, Jakarta - Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menggelar rapat gabungan fraksi untuk membahas penambahan kursi pimpinan pasca-pemberlakuan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3). Ketua MPR Zulkifli Hasan mengatakan rapat tersebut juga membahas protes yang diajukan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
"Minta dikaji soal suara terbanyak keenam. Nanti kami bawa ke rapat, kami bahas kalau sepakat semua, kami selesaikan," kata Zulkifli, yang juga politikus Partai Amanat Nasional, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu 21 Maret 2018.
Baca: Titiek Soeharto Ogah Ribut Soal Posisi Wakil Ketua MPR
PPP mengajukan protes ihwal jatah kursi pimpinan MPR untuk fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). PPP menilai jatah untuk PKB bermasalah dan bertentangan dengan Pasal 427 UU MD3. Pasal itu mengatur bahwa kursi pimpinan diberikan kepada partai pemenang pemilu yang memperoleh suara terbanyak pada urutan ke-1, ke-3, dan ke-6.
PPP menilai PKB tak dapat menempati posisi pimpinan MPR yang ditambah tiga kursi pasca pengesahan UU MD3. Sebab, berdasarkan perolehan suara terbanyak adalah PDI Perjuangan, Partai Gerindra, dan PAN. PPP menilai PKB menempati posisi lima suara terbanyak.
Wakil Ketua MPR dari Fraksi Golkar, Mahyudin, mengatakan perbedaan tafsir soal perolehan suara terbanyak akan dibahas dalam rapat gabungan. "Di situ tertulis, suara hasil pemilu 2014 dan ternyata suara ke-6 itu menurut tafsir, fraksi PAN. Ini yang disampaikan PPP," kata Mahyudin.
Baca: Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar Ditunjuk Jadi Wakil Ketua MPR
MPR, kata dia, akan mengambil keputusan tersebut dalam rapat gabungan fraksi. "MPR sendiri tidak mungkin berani melakukan sesuatu apabila itu melanggar hukum dan berpotensi digugat," kata dia.