TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa KPK bertanya soal kasus pelanggaran etik yang pernah dilakukan Setya Novanto kepada saksi meringankan Kepala Badan Keahlian DPR (BKD) Johnson Rajagukguk di sidang korupsi e-KTP hari ini. Pelanggaran etik itu terkait kasus 'papa minta saham' yang sempat ramai beberapa waktu silam.
Istilah tersebut sempat mencuat pada 2015 saat Setya ketahuan mencatut nama Presiden Joko Widodo untuk meminta imbalan saham PT Freeport.
Johnson pun menjawab kepada jaksa bahwa Setya pernah dianggap melanggar kode etik oleh Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) karena kasus Freeport pada 2015.
Baca juga: Kejaksaan Usut Papa Minta Saham, Ini Kata Pengacara Setya
Namun Setya Novanto membantah dirinya pernah diputus bersalah melanggar kode etik terkait kasus itu oleh MKD. Sebabnya menurut Setya, ia telah lebih dahulu bergerak cepat dengan mengundurkan diri sebagai Ketua DPR sebelum divonis bersalah. Dengan begitu, MKD pun akhirnya langsung menutup sidang dan menganggap kasus selesai tanpa ada putusan resmi.
“Mungkin masih ingat di 2015 pada peristiwa 'papa minta saham' saya memberikan surat pengunduran diri kepada pak Johnson,” kata Setya Novanto yang menjadi terdakwa di kasus e-KTP, Senin 19 Maret 2018.
Menanggapi bantahan tersebut, Johnson kemudian berujar bahwa dirinya baru ingat Setya saat itu pernah memberikan surat pengunduran diri kepadanya. Johnson pun kemudian menegaskan bahwa MKD tidak pernah menetapkan Setya melanggar kode etik, karena yang bersangkutan telah terlebih dahulu mundur dari jabatan Ketua DPR.
“Betul, baru saya ingat memang bapak minta saya untuk mengonsepkan, membawa surat itu untuk ditandatangani, dan menyampaikannya ke mahkamah kehormatan,” kata Johnson.
Baca juga: Kisah MKD Vs Setya Novanto Jilid III
Kasus 'papa minta saham' berawal dari laporan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said ke MKD pada 16 November lalu. Saat itu, Setya Novanto dilaporkan karena meminta saham PT Freeport Indonesia dan Pembangkit Listrik Tenaga Air Urumuka, Papua, dengan mencatut nama presiden dan wakil presiden.
Dugaan pencatutan itu muncul dalam pertemuan di Hotel Ritz-Carlton pada 8 Juni lalu. Dalam pertemuan itu, hadir pengusaha minyak Muhammad Riza Chalid dan bos Freeport Indonesia, Maroef Sjamsoeddin. Permintaan saham itu dilontarkan Setya kepada Maroef. Maroef merekam semua percakapan itu.