TEMPO.CO, Manado— Rapat Kerja Nasional Aliansi Masyarakat Adat Nusantara atau AMAN kelima yang bertepatan Hari Kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara (HKMAN) pada Sabtu, 17 Maret 2018, ditutup dengan upacara adat yang dipimpin oleh Tetua Adat dari komunitas-komunitas adat di Sulawesi Utara.
Selain itu, ada parade budaya dari Lapangan Sam Ratulangi ke Benteng Moraya, dan pertunjukkan tarian Kawasaran.
Di lokasi ini pernah terjadi perang melawan Pemerintah Kolonial Belanda yang dikenal dengan Perang Tondano. "Orang di Minahasa menjadikan Benteng Moraya sebagai benteng terakhir pertahanan," tuturnya saat bertemu dengan media, di Manado pada Kamis malam, 15 Maret 2018.
Baca: Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Tagih Janji Jokowi
Rakernas AMAN kelima di Minahasa ini diawali dengan dialog umum dan sarasehan pada Rabu, 14 Maret 2018. Dialog umum itu dilakukan untuk mereview serta mendiskusikan perkembangan terkait isu-isu masyarakat adat selama tahun terakhir. Sedangkan, berbagai sarasehan diadakan untuk membahas isu-isu tematik yang menjadi perhatian khusus masyarakat adat.
Pada Kamis-Jumat, 15-16 Maret 2018, dalam rakernas berlangsung sidang pleno dan sidang komisi. Pokok bahasan dalam sidang-sidang Rakernas AMAN.
Setelah penutupan, AMAN akan menjelaskan apa saja hasil rapat yang mereka gelar di Wanua Koha, Minahasa ini.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal AMAN Rukka Sombolinggi menyebutkan bahwa Rakesnas AMAN kelima ini merupakan sarana untuk menerjemahkan hasil Kongres AMAN yang digelar pada Oktober tahun lalu menjadi program strategis organisasi sampai 2022.
"Di rakernas juga dibahas pencapaian pemerintah Jokowi (Presiden Joko Widodo), rapornya apakah hijau, kuning, merah. AMAN tidak melihat hal itu kaku, tapi bicara pencapaiannya," ujarnya.