TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mendapat instruksi dari Presiden Joko Widodo di tahap awal pemerintahan untuk memangkas ribuan regulasi di tingkat Kementerian Dalam Negeri dan peraturan daerah (perda) yang menghambat proses perizinan dan investasi pembangunan.
“Di Kementerian Dalam Negeri dan perda-perda saja total ada 4 ribu lebih regulasi yang menghambat proses perizinan dan investasi,” ujar Tjahjo saat menghadiri Koordinasi Perencanaan dan Pelaksanaan Penanaman Modal Nasional di Yogyakarta Rabu 14 Maret 2018.
Baca juga: Tjahjo Kumolo Tiba-tiba Batalkan Aturan Baru Soal Izin Penelitian
Tjahjo menuturkan, dari total regulasi yang ditangani pihaknya itu, sampai sekarang baru ada 3.200-an regulasi yang berhasil dihapus.
Penyebabnya, ujar Tjahjo, banyak kepala daerah khususnya bupati dan wali kota yang tidak ikhlas jika regulasi daerahnya dihapus pemerintah pusat meskipun nyata-nyata aturan itu menghambat proses perijinan dan investasi.
“Saat perdanya kami hapus, dia (bupati/walikota) itu mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi dan menang,” ujar Tjahjo yang tak menyebut siapa kepala daerah itu.
Tjahjo pun heran, baru kali ini pihaknya menemukan ada bupati yang menggugat saat diajak pemerintah melakukan perbaikan pelayanan.
Dari kejadian itu Tjahjo pun heran dengan relasi birokrasi yang terjadi. “Pemerintahan itu kan seharusnya satu (keputusan), dari presiden sampai kepala desa itu, pembuat undang-undang juga hanya pemerintah dan DPR,” ujarnya.
Baca juga: Tjahjo Kumolo Cabut 51 Permendagri yang Dinilai Hambat Birokrasi
Tjahjo menuturkan, hasil dari pemangkasan regulasi itu saat ini berbagai layanan yang dulu pengurusannya memakan waktu sebulan lebih bisa selesai dalam hitungan hari. Misalnya layanan investasi di Badan Kerjasama Penanaman Modal (BKPM).
“Untuk tingkat pusat, layanan seperti perijinan investasi bisa cepat, di daerah ini yang sebagian masih amat lama karena rantai regulasi birokrasinya panjang,” ujarnya.
Tjahjo Kumolo menuturkan, Presiden Jokowi pun sempat menyindir jika Indonesia seperti bukan negara hukum melainkan negara peraturan karena banyaknya regulasi yang dikeluarkan sehingga menghambat pelayanan.
“Total ada 44 ribu lebih peraturan atau regulasi birokrasi yang melingkupi tiap proses pengambilan kebijakan politik pembangunan, belum termasuk aturan bupati, wali kota,” ujarnya.