TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Indo Survey dan Strategy (ISS) memperkirakan isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), serta komunisme, akan semakin kencang digunakan menjelang pemilihan umum, baik pemilihan kepala daerah, legislatif, maupun presiden. Kedua isu politik identitas itu dimanfaatkan untuk memenangi pertarungan pemilu.
"Pemilih Indonesia cenderung menentukan pilihannya berdasarkan kesamaan, baik agama, suku, maupun rasnya," kata Direktur ISS Kayono Wibowo, Selasa, 13 Maret 2018.
Baca:
Bawaslu: 8 Provinsi Rawan Politik Identitas saat Pilkada...
Pilgub Jabar 2018 Berpotensi Diwarnai Politik Identitas...
Survei dilakukan ISS di tiga provinsi di Indonesia, yakni Jawa Barat, Nusa Tenggara Barat, dan Banten. Untuk di Banten, survei dilakukan di Kota Tangerang, Kota Serang, Kabupaten Lebak, dan Kabupaten Tangerang. Survei dilakukan tidak dalam waktu yang sama di wilayah-wilayah itu. Survei di Banten dilakukan pada Agustus 2017 dengan 440 responden. Di NTB, survei dilakukan pada September 2017 dengan 600 responden dan di Jawa Barat survei dilakukan pada November 2017. Responden dipilih dengan metode acak berjenjang (multiple random sampling).
“Isu SARA dan komunis memang menjadi bahan pertimbangan masyarakat dalam menentukan pilihan,” ujar Kayono. Sebanyak 85,3 persen responden di Jawa Barat menyatakan kesamaan agama sebagai dasar pertimbangan dalam pemilihan Gubernur Jawa Barat. Yang tidak terpengaruh sebanyak 12,8 persen responden dan 2,0 persen menjawab tidak tahu.
Sedangkan untuk isu komunis 86,8 persen responden tidak akan memilih pasangan yang menganut paham komunis, 5,1 persen akan mempertimbangkan, dan 0,8 persen tidak menentukan pilihan. "Karakter pemilih Indonesia itu ada kecenderungan kuat terhadap politik identitas," kata Kayono.
Baca juga:
Wiranto: Konflik Terjadi karena Politik Identitas
Alfan Alfian: Politik Identitas Bisa Mengancam...
Sebanyak 62,33 persen responden di NTB tidak akan memilih pasangan calon yang menganut paham komunis, 0,17 pasti akan memilih, 3 persen akan mempertimbangkan, 34,5 tidak tahu. Untuk isu agama, 90 persen menghendaki adanya kesamaan keyakinan, 8,5 persen tidak tahu, dan 2 persen tidak terpengaruh.
Survei di empat kota/kabupaten di Banten juga menunjukkan responden cenderung tidak mau memilih jika pasangan calon dalam pemilu menganut paham komunis. Mereka yang menolak berkisar 59-71 persen responden di empat wilayah itu. "Begitu juga dengan isu agama, seperti paham Syiah," ucap Kayono.
Hasil survei ini sejalan dengan pernyataan Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Markas Besar Kepolisian RI Inspektur Jenderal Setyo Wasisto dalam acara kesiapan pilkada serentak 2018 pada 27 November 2017. Menurut Setyo, isu agama bakal menjadi isu yang kencang pada pelaksanaan pilkada serentak 2018. "Pilkada besok, isu agama yang kencang, di atas 50 persen," kata Setyo.
Media sosial, seperti Facebook, Instagram, dan Twitter, digunakan untuk menyebarkan isu-isu SARA menjelang pilkada 2018. Polisi, kata Setyo, akan melakukan patroli selama 24 jam dan 7 hari dalam sepekan untuk memantau penyebaran isu SARA di berbagai media sosial. Jika polisi menemukan hal-hal negatif, polisi akan melakukan penindakan secara persuasif. "Kami siap melakukan patroli siber.”
Masyarakat diminta tidak coba-coba melakukannya. “Nanti kalau ditangkap, baru nangis." Beberapa daerah rawan yang perlu pengamanan ekstra, ujar Setyo, adalah Jawa Barat, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, dan Papua.
IMAM HAMDI | ANDITA RAHMA