TEMPO.CO, Jakarta -Ketua SETARA Institute, Hendardi mengatakan keputusan DPR dan Pemerintah untuk mengesahkan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) April 2018 adalah tindakan terburu-buru. Menurut dia, tim perumus RKUHP tidak sungguh-sungguh dan terencana
membahasnya secara partisipatif.
"Tidak ada alasan memaksa untuk mempercepat pengesahan RUU KUHP." Hendardi menyampaikan kritiknya melalui siaran pers, Senin, 12 Maret 2018. Semua jenis kejahatan, kata dia, telah memiliki aturan dan mekanisme hukuman.
Baca:
Tak Ada Terjemahan Resmi KUHP, Penegakkan ...
Ahli Hukum Menilai Revisi KUHP Sebaiknya ...
Jika ada tindakan yang belum diatur dalam hukum dan pada diri hakim, maka terdapat cara menemukan hukum (rechtvinding).
Menurut Hendardi, DPR dan Pemerintah perlu mempertimbangkam aspirasi masyarakat. Dia mengatakan Pemerintah dan DPR tidak konsisten menjaga amanat konstitusional karena tidak mematuhi putusan Mahkamah Konstitusional (MK) soal undang-undang penghinaan presiden, penodaan agama, dan yang lainnya.
Baca juga:
YLBHI Somasi Jokowi soal Terjemahan Resmi ... Presiden Diminta Bicara dengan Berbagai Pihak Soal RKUHP ...
Pembahasan RKUHP yang sarat kepentingan pada tahun politik ini, kata Hendardi, menjadikan publik terjebak pada politisasi dibandingkan dengan argumen akademik. Menurut dia, untuk membahas RUU semacam KUHP ini memerlukan kemewahan waktu dan kejernihan pikiran, sehingga diperoleh kesepakatan yang genuine.
“Ketergesa-gesaan rencana pengesahan di tengah masih banyaknya kontroversi dalam sejumlah isu, hanya memperkuat dugaan bahwa terdapat aneka kepentingan yang diselundupkan,” kata Hendardi.