TEMPO.CO, Yogyakarta - Meski kebijakan pendataan mahasiswi bercadar yang diterbitkan Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta yang menimbulkan pro-kontra dibatalkan, Wakil Rektor III UIN Sunan Kalijaga Waryono menjelaskan dasarnya. Ketentuan soal cadar di kampusnya berdasar pada pedoman Saddu Dzariah, sebuah kajian yang bersumber dari ushul fiqih.
Ushul fiqih merupakan ilmu hukum dalam Islam yang mempelajari kaidah-kaidah, teori-teori dan sumber-sumber secara terperinci untuk menghasilkan hukum Islam. “Saddu Dzariah ini upaya untuk mencegah sesuatu yang tidak diharapkan,” ujar Waryono ditemui di ruang kerjanya Senin 12 Maret 2018.
Baca:
UIN Sunan Kalijaga Sesalkan Ketentuan Soal ...
Cabut Ketentuan Cadar, UIN Sunan Kalijaga ...
Saddu Dzariah digunakan menjadi dasar mengambil keputusan karena statuta atau undang-undang kampus biasanya tidak selalu lengkap mengatur atau hanya mengatur garis besar tata kerja kampus. Dasar Saddu Dzariah ini juga melatarbelakangi kampus membatalkan kebijakan pendataan mahasiswi bercadar melalui surat bertanggal 10 Maret 2018. “Jadi sama alasannya, ini pertimbangan akademik kami,” ujarnya.
Pedoman itu, ujar Waryono, juga sesuai pedoman atau statuta kampus UIN sebagai perguruan tinggi. Statuta lebih banyak mengatur soal struktur atau organisasi tata kerja kampus. Organisasi ini bekerja sesuai dengan usulan senat kampus lalu hasilnya disampaikan kepada instansi pemerintah yang membawahi UIN Sunan Kalijaga sebagai kampus negeri.
Baca juga: Ini Langkah UIN Sunan Kalijaga setelah Cabut ...
Lembaga yang membawahkan UIN adalah Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) juga Kementerian Agama yang menaungi UIN Sunan Kalijaga.
“Kami sudah menyampaikan ke pusat kebijakan apapun yang kami dilakukan.” Setiap kampus, kata Waryono, melakukan koordinasi seperti yang dilakukan kampusnya.