TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan tak ambil pusing soal pengajuan syarat Partai Demokrat untuk berkoalisi dalam pemilihan umum 2019. Menurut dia, pengajuan syarat tersebut adalah hak setiap partai, termasuk Partai Demokrat.
"Ya itu haknya demokrat. Kita hormati, kita juga punya hak, partai lain juga punya hak," kata Zulkifli, yang juga Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat, di Kompleks Parlemen, Senayan, pada Senin, 12 Maret 2018.
Baca: Partai Demokrat Siapkan AHY sebagai Pemimpin Baru Setahun Lalu
Sebab itulah, kata Zulkifli, perlunya komunikasi informal untuk menjajaki kemungkinan koalisi dengan partai-partai peserta pemilu. "Ini masih menjajaki, karena syaratnya itu 20 persen kan tidak mungkin sendiri," ujarnya. Ia menegaskan, partainya masih membuka kemungkinan dialog dengan partai politik lain.
PAN bersama Partai Demokrat dan Partai Kebangkitan Bangsa membuka kemungkinan koalisi poros ketiga dalam pemilihan presiden. Poros ini muncul setelah Joko Widodo kembali diusung PDI Perjuangan, dengan dukungan Hanura, NasDem, PPP, dan Golkar. Poros ini kemungkinan akan berhadapan dengan Prabowo Subianto yang diusung Partai Gerindra dan PKS. Dua partai ini belum mendeklarasikan secara resmi.
Baca: Demokrat: Presidential Threshold Paksa Koalisi Parpol di Pilpres
Dalam Rapat Pimpinan Nasional Partai Demokrat, pada 10-11 Maret 2018, Ketua Umum Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY memberi sinyal bakal merapatkan barisan ke partai pendukung Joko Widodo. Saat itu, SBY menyebutkan tiga syarat untuk berkoalisi dengan mempertimbangkan visi-misi Demokrat, faktor kepercayaan, serta platform partai koalisi. "Kita lihat saja nanti bagaimana. Sekali lagi kita masih jauh," ujar SBY pada Ahad, 11 Maret 2018.
Zulkifli pun mengatakan komunikasi antarpartai masih terus dilakukan. Namun, ia pesimistis sinyal SBY dapat menciptakan poros ketiga dalam pilpres. "Semua kemungkinan masih terbuka. Walaupun secara rasional dua poros, kalau poros ketiga itu keajaiban," ujarnya.