TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Komunikasi dan Informatika tidak bisa langsung menghapus data jejak digital yang terkait dengan kelompok penyebar isu hoax di media sosial, The Family Muslim Cyber Army alias The Family MCA.
Menteri Komunikasi dan Informasi Rudiantara mengatakan penutupan akun-akun tertentu atau data-data digital yang terkait dengan kasus kriminal atau yang tengah diproses kepolisian, perlu dikomunikasikan dengan pihak yang terkait.
Baca: Keluarga Tersangka The Family MCA Ingin Kasus Cepat Selesai
"Karena biasanya untuk kepentingan penyidikan, polisi masih mau menelusuri keterkaitannya dimana, sehingga meminta agar jangan disuspend atau ditakedown supaya tidak hilang," kata Rudiantara di Hotel Kempinski, Jakarta Pusat pada Rabu, 7 Maret 2018.
Jejak-jejak digital itu juga akan diserahkan kepada pihak kepolisian guna mendukung penelusuran lebih lanjut terhadap kelompok penyebar berita fiktif itu. Rudiantara pun menegaskan pihaknya tidak akan pandang bulu dalam memidanakan pihak yang melanggar undang-undang ITE.
Baca: Mendagri Minta Polisi Usut Tuntas The Family MCA
"Itu terserah kelompok yang jadi isu atau apa pun. Kominfo tidak melihat individu atau sekelompok orang yang mengatasnamakan kelompok apapun, kami tidak pedulikan itu," kata Rudiantara.
Kendati demikian, mengenai detail kasus The Family MCA, Rudiantara memilih tak berkomentar banyak lantaran menurut dia kasus itu adalah ranah penegak hukum. "Kami punya penyidik PNS yang bisa diperbantukan ke polisi atau Bawaslu untuk pilkada. Dia bicara di sana," ujarnya.
The Family MCA merupakan komplotan yang diduga menyebarkan isu provokatif dan bermuatan suku, ras, agama dan antar golongan (SARA) di media sosial. Mereka kerap menyebarkan ujaran kebencian dan hoaks soal kebangkitan PKI, penganiayaan ulama, dan penyerangan nama baik presiden dan tokoh tertentu. Polisi telah menangap tujuh orang anggotanya.