TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengancam pihak yang berani menyalahgunakan dokumen-dokumen pribadi milik orang lain, seperti Nomor Induk Kependudukan, Kartu Tanda Penduduk, maupun Kartu Keluarga, khususnya menjelang Pemilihan Kepala Daerah 2018 maupun Pemilihan Umum 2019.
Rudiantara mengatakan pihak itu bisa diancam pidana. "Kepada yang menggunakan identitas yang bukan haknya, itu sesuai undang-undang bisa dihukum," kata dia di Hotel Kempinski, Jakarta Pusat pada Rabu, 7 Maret 2018.
Baca: Data Pelanggan Seluler Bocor saat Registrasi, Jawaban Rudiantara?
Landasan ancaman pidana itu adalah Undang-Undang Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (Sisminduk) dan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Berdasarkan UU Sisminduk, para pelaku bisa diancam kurungan dua tahun. Sementara berdasarkan UU ITE, pelaku diancam hukuman maksimal kurungan hingga 12 tahun dan denda Rp 2 miliar.
Rudiantara mengaku telah berkoordinasi dengan aparat penegak hukum untuk segera menindak para pelaku yang kedapatan menyalahgunakan dokumen identitas yang bukan haknya. "Sudah bekoordinasi dengan teman-teman polisi, kalau kedapatan menggunakan NIK orang, silakan diproses," kata dia.
Sementara, untuk tindakan pencegahan, Rudiantara menyebutkan salah satunya adalah melakukan sosialisasi literasi dunia maya. Dia mengatakan masyarakat perlu membiasakan beberapa hal seperti rutin mengganti kata sandi maupun pin yang dimiliki dan jangan memberikan fotokopi dokumen identitas diri kepada pihak yang tak berwenang.
Baca: Kominfo Bantah Kebocoran Data karena Registrasi Kartu Prabayar
Namun, Rudiantara menegaskan bahwa beredarnya data pribadi di dunia maya sebenarnya telah terjadi jauh sebelum adanya kebijakan registrasi kartu prabayar yang dicanangkan kementeriannya. "Dari dulu kita bisa cari NIK atau dokumen identitas di dunia maya, itu sudah beredar sebelum adanya kebijakan registrasi (SIM Card)," kata dia.
Dia juga memastikan bahwa tidak ada kebocoran data pribadi di Kementerian Kominfo. Sebab, data pribadi masyarakat sejatinya disimpan di Direktorat Jenderal Penduduk dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri.
Kepala Badan Siber dan Sandi Negara Djoko Setiadi mengatakan pihaknya akan mengamankan sistem dari potensi kebocoran itu. Pusat data akan menjadi objek yang dilindungi agar tidak bisa diretas oknum tak bertanggungjawab. "Karena kemungkinan terjadinya kebocoran itu lewat peretasan dan diduplikasi. Bahaya kalau berlanjut. Makanya kita berupaya menyetop," ujarnya.