TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari menilai wacana pembentukan poros ketiga dalam Pemilihan Presiden atau Pilpres 2019 sulit terealisasi. Menurut dia, pengusungan sejumlah tokoh oleh setiap partai untuk menjadi pasangan capres dan cawapres akan sulit mendapatkan titik temu.
"Kalau bicara capres-cawapres, maka akan ada tokoh yang tersisihkan. Jika ada parpol yang tidak jadi bergabung, maka syaratnya akan sulit terpenuhi. Itu yang membuat poros ketiga sulit," katanya di kantor Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia, Jakarta Pusat, Rabu, 7 Maret 2018.
Baca juga: Agus Yudhoyono Siap Jadi Poros Ketiga Pilpres, Syaratnya...
Qodari menjelaskan, terbentuknya poros ketiga tidak akan berpengaruh besar terhadap elektabilitas Joko Widodo dan Prabowo Subianto, dua poros yang kemungkinan kembali terbentuk. Namun, menurut dia, hal itu dipengaruhi latar belakang calon yang dimunculkan.
Qodari juga menilai ancaman poros ketiga malah akan mengancam Prabowo, yang digadang-gadang sebagai pesaing utama Jokowi, yang resmi diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). "Dengan paslon ketiga yang akan dirugikan adalah Prabowo. Latar belakang militer dan Islam itu malah akan mengganggu Prabowo," ujarnya.
Baca juga: Fadli Zon: Gerindra Siap Hadapi Pilpres 2019 dengan Banyak Poros
Jokowi menanti penantangnya dalam Pilpres 2019. Jokowi resmi diusung PDIP, Partai Hanura, NasDem, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Golkar. Adapun Partai Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera memberi isyarat akan mengusung kembali Prabowo.
Qodari mengingatkan Pilpres 2019 nanti hanya menjadi duel antara inkumben dan penantangnya. Ia memprediksi kecil kemungkinan adanya poros ketiga. "Kalau penantang satu, kalau ada yang tidak mau sama inkumben, suara itu akan berkumpul di satu orang penantang," ucapnya.