TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemilihan Umum menuturkan pemilu presiden - wakil presiden atau Pilpres 2019 dengan satu calon dimungkinkan oleh Undang-Undang. "Semua kemungkinan bisa terjadi, bisa lebih dari satu pasangan calon, bisa juga terjadi paslon tunggal karena UU sudah membuka ruang itu," ujar Ketua Komisi Pemilihan Umum Arief Budiman di Gedung KPU, Selasa, 6 Maret 2018.
Yang perlu dicatat, kata Arief, hal tersebut memungkinkan lantaran UU yang mengatur dan bukan karena aturan KPU. "Jadi Undang-undangnya, begitu KPU akan jalankan."
Baca juga: PKB: Ada Peluang Poros Baru Dibentuk dari Koalisi Partai Islam
Apabila nantinya pemilu presiden dengan pasangan calon tunggal itu terjadi, Arief mengatakan tidak akan ada perpanjangan masa pendaftaran. "Kalau memang terjadi, akan jalan terus sampai dengan pelaksanaan pemilu selesai," kata Arief.
Kendati demikian, menurut Arief, untuk maju menjadi calon tunggal tidak lah mudah. Ada prasyarat yang perlu dicapai untuk bisa berlaga sebagai peserta tunggal.
Komisioner KPU Hasyim Asyari menjelaskan lebih jauh mengenai landasan terjadinya pemilu dengan paslon tunggal. Dia menuturkan hal itu bermula pada Pasal 222 UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017, yang menyatakan bahwa partai politik yang dapat mencalonkan Capres-Cawapres hanya merupakan Parpol peserta pemilu sebelumnya. Artinya, partai-partai baru tak bisa mengajukan calon.
Syarat selanjutnya untuk mendaftarkan Capres-Cawapres dalam pemilu 2019, Parpol tersebut harus memenuhi syarat di antaranya perolehan suara sah dan jumlah kursi di parlemen berdasarkan pemilu sebelumnya.
Menurut Hasyim dengan tidak dikabulkannya materi terhadap ambang batas pencalonan presiden (presidential treshold) oleh Mahkamah Konstitusi, maka aturan mengenai ambang batas pencalonan presiden masih berlaku.
Baca juga: Tak Ingin Ada Calon Tunggal, PAN Isyaratkan Berpaling dari Jokowi
Memang, undang-undang tidak memperbolehkan fenomena borong partai, alias seluruh partai hanya mendaftarkan satu calon dalam Pilpres. Begitu pula saat satu calon didukung beberapa partai dan masih menyisakan sejumlah parpol, namun parpol-parpol yang tersisa itu apabila suaranya digabungkan masih belum memenuhi syarat batas treshold, maka tetap tidak boleh.
"Artinya Undang-Undang ini di bagian awal tidak boleh pasangan tunggal, tapi kalau kemudian sampai batas waktu yang ditentukan yang daftar cuma itu, Undang-Undang mengatakan Pilpres jalan terus," kata Hasyim.