TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemilihan Umum atau KPU bakal mengakomodasi pemilih dengan masalah kejiwaan dalam pemilihan umum, baik pemilu kepala daerah maupun pemilu presiden.
"Itu putusan Mahkamah Konstitusi yang harus kita laksanakan, bahwa yang disabilitas mental tetap diberi hak memilih," ujar Komisioner KPU Ilham Saputra di Hotel Aryaduta, Jakarta Pusat, Senin, 5 Maret 2018.
Baca: KPU: Platform Media Sosial Harus Cegah Isu SARA dan Hoax
Kendati demikian, kata Ilham, tak semua pengidap gangguan kejiwaan memiliki hak pilih. Sebab, ada kriteria-kriteria tertentu bagi penyandang disabilitas mental yang diperbolehkan untuk berpartisipasi dalam pemilu.
Sedangkan masyarakat yang dinilai tidak berhak berpartisipasi dalam pemilu akan diberi semacam surat yang menyatakan bahwa yang bersangkutan tidak bisa memilih lantaran kadar atau level disabilitas mentalnya tidak memungkinkan. "Misalnya dia tidak bisa membedakan mana partai, mana calon dan sebagainya," tutur Ilham.
Simak: Debat Pilkada, KPU Tak Bisa Beri Dispensasi Calon yang Kena OTT
KPU tengah melakukan pendataan di sejumlah rumah sakit jiwa terhadap penyandang disabilitas mental yang bisa didaftarkan sebagai pemilih. Pendataan dilakukan sembari melaksanakan pencocokan dan penelitian (coklit) untuk menyusun daftar pemilih di pilkada dan pemilu 2019.
"Nanti dia yang terdaftar di tempat panti itu bisa saja kemudian kita mengikutsertakan orang tersebut di TPS terdekat di situ," kata Ilham.