TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan Universitas Padjadjaran Muradi menilai tindakan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) membocorkan isi pertemuan dengan Presiden Joko Widodo atau Jokowi di Istana Negara adalah hal yang tidak etis. Dia menganggap tindakan itu mencerminkan kurangnya pengalaman pengurus partai dalam dunia politik.
"Jam terbang dan pengalaman penting buat politikus. Dan akhirnya karena kasus ini, orang menganggap PSI jam terbangnya kurang. Jadinya lebay," katanya saat dihubungi Tempo, Ahad, 4 Maret 2018.
Baca juga: Bertemu Jokowi, PSI Tawarkan Kampanye Pilpres Lewat Media Sosial
Muradi mengatakan menggunakan Istana Negara sebagai tempat untuk membicarakan strategi pemenangan pemilu memang tidak dibenarkan. Meski demikian, tindakan tersebut sangat biasa dilakukan, bahkan sejak zaman Presiden Sukarno.
Masalahnya, kata dia, partai yang lain sudah memahami bahwa hal yang dibicarakan tidak boleh disebarkan kepada publik. "Semua partai juga melakukan, juga membicarakan hal yang sama. PSI ini yang comel," ujarnya.
Dia menduga PSI sengaja membocorkan isi pertemuan tersebut untuk mendulang ketenaran. PSI dianggap ingin memanfaatkan momentum pertemuan tersebut untuk menunjukkan diri sebagai partai yang dekat dengan kekuasaan. "Saya kira PSI sedang menunjukkan citra diri sebagai partai yang paling bisa merepresentasikan visi Jokowi," ucapnya.
Pertemuan antara Jokowi dan sejumlah pengurus PSI berlangsung di Istana Negara, Kamis, 1 Maret 2018. Seusai pertemuan itu, Ketua Umum PSI Grace Natalie menyampaikan dirinya membicarakan strategi pemenangan pemilu 2019 bersama Jokowi.
Grace juga mengaku sempat membicarakan mengenai calon wakil presiden yang akan mendampingi Jokowi dalam pilpres 2019. Mengenai hal itu, Grace mengatakan partainya akan tetap mendukung Jokowi siapa pun calon wakil presidennya.
Baca juga: Dikritik Soal Pertemuan dengan Jokowi, Ini Kata PSI
Isi pertemuan itu kemudian dikritik publik, di antaranya Partai Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera. Mereka menganggap Jokowi telah menyalahgunakan kekuasaan saat menggunakan Istana Negara untuk membicarakan pemenangan pilpres 2019.
"Pak Jokowi sekarang sangat jelas mempertontonkan sikap yang terlalu kebelet sehingga beliau mengabaikan prinsip yang seharusnya tidak dilakukan Presiden," kata Wakil Ketua Umum Gerindra Ferry Juliantono, Sabtu, 3 Maret 2018.