TEMPO.CO, Jakarta - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan mengatakan pemilik platform media sosial juga harus bertanggung jawab mencegah munculnya isu bermuatan suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA) serta berita bohong atau hoax menjelang Pemilihan Kepala Daerah 2018. “Pemilih jadi tidak clear melihat data dan visi misi calon kepala daerah dengan acanya isu sara,” kata Wahyu di Gedung Tempo, Jakarta pada Sabtu 3 Maret 2018.
Wahyu mengatakan, saat ini media sosial telah menjadi instrumen politik yang dapat memberikan dampak negatif kepada pemillih dalam memahami calon kepala daerah. “Ini mencabik demokrasi kita.”
Baca:
Kominfo, KPU, Bawaslu Kerja Sama Lawan Hoax di Pilkada 2018 ...
Bawaslu Akan Blokir Akun Penyebar Hoax saat Pilkada
Wahyu mengatakan KPU sudah bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) untuk memblokir akun-akun yang bermuatan SARA dan berita bohong. Namun, kata dia, akun yang memuat konten itu tetap saja berkembang semakin banyak. Menurut Wahyu, bukan hanya pemilik atau pengelola akun media sosial saja yang harus ditangani melainkan juga platformnya seperti Facebook, Twitter, WhatsApp, daln lain-lain.
Pemilik platform media sosial tidak boleh berdiam di balik asas kebebasan berpendapat. “Mereka mendapatkan bisnis besar, tapi tidak peduli terhadap apa yg terjadi. Mereka harus bertanggung jawab,” ujar Wahyu.
Wahyu menuturkan masyarakat dan semua pihak harus belajar dari Pilkada dan Pemilu sebelumnya. Menurut dia, media sosial menjadi pembicaraan dalam konteks politik sejak Pilkada DKI Jakarta 2012. Saat itu, tampak sekali politisasi media sosial dengan menghadirkan citra lawan politik yang buruk untuk membentuk opini publik.
Baca juga: Pilkada 2018, Berikut Tiga Poin Deklarasi Internet Lawan ...
Dalam Pilkada 2012, kata Wahyu, sentimen SARA ada pada pasangan Joko Widodo dan Basuki Tjahaya Purnama (Ahok). Media sosial menjadi instrumen politik dan lebih besar di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014.
Wahyu menuturkan, titik nadir dan membabi buta soal isu SARA dan berita bohong terhadap calon kepala daerah di media sosial ada dalam Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta 2017. “Di saat itu, bagaimana medsos mencabik-cabik demokrasi kita,” ujar Wahyu.
KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sudah bertemu dengan pengelola platform media sosial di antaranya Facebook, Instagram, Twitter dan aplikasi pesan singkat WhatsApp. Para pengurus platform media sosial telah berkomitmen untuk menjaga media sosial dari isu SARA dan hoax. “Kita lihat saja, apakah mereka betul-betul memegang komitmennya,” kata Wahyu.