TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto mengatakan Rusia menawarkan alat utama sistem pertahanan atau alutsista kepada Indonesia. Hal tersebut menurut Wiranto disampaikan Sekretariat Dewan Keamanan Rusia saat pertemuan bilateral tahunan.
Alutsista yang dimaksud Wiranto, salah satunya adalah pesawat Sukhoi. "Sukhoi kita bicarakan alutsista juga. Rusia juga menawarkan banyak sekali alutsista yang canggih-canggih dan siap untuk bisa digunakan di Indonesia dengan cara membeli," kata Wiranto di kantornya, Jakarta pada Jumat, 2 Maret 2018.
Baca: Panglima TNI Sebut Alutsista TNI AU Belum Sesuai Kebutuhan
Sebelumnya, Indonesia dan Rusia bersepakat melakukan jual-beli 11 pesawat Sukhoi Su-35 dengan mekanisme imbal dagang. Dengan kata lain, pembelian satu pesawat tempur dengan nilai lebih-kurang US$ 90 juta tersebut bisa menggunakan komoditas dagang, bukan uang.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan pembelian pesawat Sukhoi Su-35 Flanker E dari Rusia dengan cara imbal beli atau barter terus dilakukan. "Prosesnya masih jalan. Sistemnya barter (imbal beli), masih dalam proses, salah satunya dengan karet karena Rusia sedang membutuhkan karet," kata dia seusai penandatanganan nota kesepahaman antara Kementerian Perdagangan dan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia di gedung Kementerian Perdagangan, Rabu, 23 Agustus 2017.
Baca: Jadi KSAU, Yuyu Sutisna Akan Fokus Pengadaan Sukhoi dan Radar
Awalnya, Sukhoi Su-35 akan dilepas pemerintah Rusia seharga US$ 150 juta per unit. Namun, setelah melalui berbagai tahap negosiasi, termasuk dalam hal spesifikasi pesawat tempur itu, disepakati harga US$ 90 juta per unit yang bisa digantikan dengan komoditas Indonesia.
Selain soal alutsista, kata Wiranto, Rusia dan Indonesia membicarakan masalah terorisme. "Pendanaan terorisme yang harus kita cegah, masalah alutsista, kerjasama di bidang pertahanan, cyber, dan sebagainya," ujarnya.
Pertemuan forum konsultasi bilateral dengan delegasi Rusia itu dilaksanakan pada 1 Maret 2018. Wiranto menghadirinya sebagai ketua delegasi Indonesia. Sedangkan Rusia dipimpin oleh Sekretaris Dewan Keamanan Federasi Rusia Y.M. Nikolay Patrushev.