TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Badan Pengurus SETARA Institute Hendardi menilai kelompok Muslim Cyber Army lebih berbahaya daripada Saracen. MCA dibagi menjadi dua kelompok, yaitu Cyber Muslim Defeat Hoax dan The Family Muslim Cyber Army (The Family MCA).
"Melihat personel dan pola gerakannya, kelompok MCA ini agak berbeda dengan Saracen yang memiliki struktur jelas dan motif ekonomi dominan," kata Hendardi dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo pada Kamis, 1 Maret 2018.
Baca: Begini Perbedaan The Family MCA dengan Saracen
Menurut Hendardi, kelompok MCA tersebut lebih ideologis serta memiliki banyak sub-kelompok dan ribuan anggota di seluruh Indonesia dengan ikatan organisasi relatif cair. Karena itu, daya rusak kelompok ini lebih besar daripada Saracen.
Polisi baru-baru ini membongkar kelompok penyebar hoax, The Family MCA. Menurut Direktur Tindak Pidana Siber Mabes Polri Brigadir Jenderal Fadil Imran, kelompok ini berbeda dengan kelompok penyebar hoax Saracen yang sebelumnya sudah diringkus polisi. "Grup ini tidak seperti Saracen, tetapi secara sistematis jumlahnya banyak," ujarnya di Kantor Badan Reserse Kriminal Polri, Jakarta, Rabu, 28 Februari 2018.
Menurut Fadil, MCA ini merupakan kelompok inti yang proses perekrutannya dengan cara baiat, yang beranggotakan 117 kelompok dengan enam orang admin.
Baca: Polisi: Karakteristik Kelompok Family MCA Mirip Saracen
Hendardi mengatakan praktik tersebut bukan hanya membahayakan kontestasi politik. "Tetapi yang utama adalah membelah masyarakat pro dan kontra tetang suatu konten informasi dan ini membahayakan bagi kohesi sosial kita," tuturnya.
Melalui grup The Family MCA, admin tersebut menyebarkan konten hoax berupa kebencian. Nantinya, konten tersebut akan disebar lagi oleh anggotanya ke grup yang lebih besar yaitu Cyber Muslim Defeat Hoax dan disebarkan secara masif di sosial media. Cyber Muslim Defeat Hoax beranggotakan ratusan ribu, dan dikelola oleh 20 orang admin.
Adapun Saracen adalah sebagai sindikat penyedia jasa konten kebencian di media sosial. Kelompok ini memanfaatkan isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) yang merebak menjelang hingga seusai pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017.
FADIYAH (Magang)