TEMPO.CO, Jakarta - Polisi tengah menyelidiki aliran dana dan otak kelompok penyebar berita hoax The Family Muslim Cyber Army atau The Family MCA. Menurut Direktur Tindak Pidana Siber Brigadir Jenderal Fadil Imran, polisi sudah mengetahui konseptor kelompok ini yaitu seorang perempuan berinisial TM. "Saya imbau agar segera menyerahkan diri," kata Fadil di Markas Besar Polri, Rabu 28 Februari 2018.
Sebelumnya, Direktorat Tindak Pidana Siber Polri bersama Direktorat Keamanan Khusus BIK menangkap empat anggota kelompok inti Family MCA yang tergabung dalam grup aplikasi Whatsapp bernama The Family MCA.
Baca juga: Kata Moeldoko Soal Penangkapan Kelompok Family MCA
Mereka ditangkap lantaran diduga kerap menyebarkan ujaran kebencian dan hoaks, seperti isu kebangkitan PKI, penculikan ulama, dan penyerangan terhadap nama baik presiden, pemerintah, serta tokoh-tokoh tertentu.
Mereka yang ditangkap adalah Muhammad Luth, 40 tahun, Rizki Surya Dharma, 35 tahun, Ramdani Saputra, 39 tahun, Tara Arsih Wijayani, 40 tahun, Roni Sutrisno, 40 tahun, dan Yuspiadin, 24 tahun. Pelaku memiliki latar belakang yang berbeda, mulai dari karyawan hingga dosen bahasa Inggris.
Fadil mengatakan The Family MCA terbagi menjadi dua kelompok yaitu
Fadil menjelaskan MCA terbagi dua kelompok, yaitu Cyber Muslim Defeat Hoax dan Family Muslim Cyber Army. MCA sendiri merupakan kelompok inti yang proses perekrutannya dengan cara baiat, yang beranggotakan 117 orang dengan enam orang admin. "Secara sistematis grup ini jumlahnya banyak," ujar Fadil.
Sedangkan Cyber Muslim Defeat Hoax, Fadil berujar, merupakan tim yang lebih besar, mereka beranggotakan ratusan ribu member dan dikelola oleh 20 orang admin. "Tugasnya membuat setting opini dan share keluar secara masif (berita hoax)," tutur dia.
Baca juga: Alasan Polisi Batal Buru Anggota The Family MCA ke Korea Selatan
Menurut Fadil antar anggota The Family MCA tidak saling mengenal secara pribadi, namun memiliki visi, misi, dan pandangan yang sama. Kelompok ini berafiliasi dengan kelompok kecil lainnya.
Menurut Fadil, para tersangka akan dijerat pasal Pasal 45A ayat (2) Jo pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan atau Pasal Juncto Pasal 4 huruf b angka 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 Tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis dan atau Pasal 33 UU ITE.