TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Penanganan Permasalahan Hukum Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) Setya Budi Arijanta menilai sistem pengadaan barang dan jasa Pemerintah Kota Surabaya di bawah kepemimpinan Tri Rismaharini adalah yang terbaik.
Setya mengatakan Government Resources Management Systems milik Pemerintah Kota Surabaya memungkinkan proses perencanaan, pengontrakan, laporan hingga pembayaran dilakukan secara elektronik dan transparan.
Baca: Di Kaki Suramadu, Wali Kota Risma Nyaris Pingsan Ditabrak Pelajar
"Bahkan sistem Surabaya lebih canggih dari nasional. Bu Risma bisa mantau prosesnya sampai di mana dari komputer" katanya di kantor Indonesia Corruption Watch (ICW), Jakarta Selatan, Ahad, 25 Februari 2018.
Menurut Setya, sistem yang diterapkan Risma dapat mencegah terjadinya korupsi dalam sektor pengadaan barang dan jasa. Sayangnya, menurut Setya sistem tersebut tidak diikuti oleh pemimpin daerah lain. "Yang copy sistem itu cuma pak Yoyok (Bupati Batang)," katanya.
Setya menduga kemungkinan daerah-daerah lain tak mengikuti langkah Risma karena mahalnya biaya pemilihan kepala daerah atau pilkada. Menurut dia, sistem tersebut sebenarnya dapat diterapkan secara gratis. Namun diduga kepala daerah tidak menerapkannya karena ingin menjadikan sektor pengadaan barang dan jasa sebagai lambung korupsi mengembalikan biaya pilkada. "Ini tentang kemauan politis aja," katanya.
Baca juga: Wali Kota Risma Suguhkan Makanan Khas Surabaya Jamu Megawati
Setya mengatakan, sebelumnya telah banyak kepala daerah yang datang ke Risma untuk melakukan studi banding ihwal sistem tersebut. Namun, pada akhirnya tak banyak yang menerapkan.
Untuk itu, Risma dikatakan telah menyerahkan sistem tersebut kepada Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK. Setya mengatakan LKPP bersama KPK akan mencoba menerapkan sistem tersebut di daerah-daerah lain. "Kita akan paksa," katanya.
Upaya tersebut dilakukan bukan tanpa alasan. Dalam catatan ICW, sepanjang 2017 keuangan negara telah merugi sebesar Rp 1,5 triliun karena korupsi pengadaan barang dan jasa. Angka itu naik dari tahun sebelumnya di 2016 sebesar Rp 608 miliar.