TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mendukung rencana organisasi Muhammadiyah membangun museum peninggalan sejarah Muhammadiyah sebagai sarana rekreasi pelajar sekaligus mereformasi pendidikan sekolah Muhammadiyah di daerah.
“Saat ini, pendidikan Islam di sekolah-sekolah Muhammadiyah masih terlalu kering,” ujar Muhadjir di sela peresmian Gedung Suara Muhammadiyah di Yogyakarta, Ahad, 25 Februari 2018.
Peresmian Gedung Suara Muhammadiyah itu akan diikuti dengan pembangunan museum dan perpustakaan besar Muhammadiyah, yang berpusat di Yogyakarta.
Baca juga: Menteri Lukman Minta Kader Pemuda Muhammadiyah Jaga Islam Moderat
Muhadjir, yang juga menjabat Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Bidang Pendidikan dan Kebudayaan, menuturkan pendidikan di kebanyakan sekolah Muhammadiyah daerah masih cenderung berorientasi teoretik.
Pendidikan yang berfokus pada sumber buku itu jarang didukung visualisasi dan pengalaman merasakan langsung secara mendalam bagaimana sebenarnya Muhammadiyah hidup.
“Jadi Muhammadiyah tidak dipahami lewat buku, yang kadang-kadang malah tak mendidik,” ucap Muhadjir.
Muhadjir mengaku kesal ketika pernah menemukan ada buku terbitan Muhammadiyah yang memuat soal kesejarahan tentang Muhammadiyah untuk dikerjakan siswa.
Dalam soal jenis pilihan ganda itu ada pertanyaan tentang siapa pendiri Muhammadiyah. Pilihan jawaban yang ditawarkan untuk siswa itu sering dipelesetkan sekenanya, di antaranya Muhammad Dahlan, Ahmad Dahlan, dan Dahlan Rais.
Baca juga: Soal Trump dan Yerusalem, Menlu Retno Diskusi dengan Muhammadiyah
“Model-model soal seperti ini tentu sangat tidak mencerdaskan, tidak mencerminkan Muhammadiyah sebagai pengusung Islam yang berkemajuan,” kata Muhadjir.
Muhadjir menuturkan model-model pengenalan nilai Muhammadiyah seperti ini seharusnya diubah dengan cara yang lebih efektif. “Ujian nasional saja berubah lebih baik. Masak, Muhammadiyah tidak akan ada perubahan?” tuturnya.
Sebagai pimpinan pusat Muhammadiyah, Muhadjir pun berjanji akan mewajibkan sekolah-sekolah Muhammadiyah dari luar daerah memiliki kurikulum wajib menyambangi Yogyakarta, yang menjadi pusat tumbuhnya kebudayaan Muhammadiyah.