TEMPO.CO, Yogyakarta - Mantan Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif pesimistis untuk bisa menemukan wajah politik yang sehat. “Menemukan wajah politik yang sehat seperti masa lalu pada saat ini sepertinya sulit,” ujar Buya, panggilan Syafii, ketika peluncuran buku biografi berjudul 'Ahmad Syafii Maarif Sebagai Seorang Jurnalis' yang digelar Suara Muhammadyah, penerbitan organisasi Muhammadiyah di Yogyakarta, Sabtu petang, 24 Februari 2018.
Menurut Pemimpin Redaksi Suara Muhammadiyah pada 1988-1990, situasi saat ini diperburuk oleh media sosial. “Orang saling hujat, seperti enggak ada adab lagi."
Baca:
Buya Syafii Maarif: Politikus Dulu Itu Intelektual, Sekarang...
Buya Syafii: Intoleransi Lampu Kuning, Sultan ...
Keadaan ini berbeda dengan situasi politik masa dahulu. Buya melihat para tokoh bangsa di masa lalu merupakan politikus yang amat berani sehingga tak jarang saling bergesekan karena perbedaan ideologi. Namun ia kagum terhadap para politisi itu. Sebab meski perbedaan ideologi di masa awal kemerdekaan yang amat tajam antara politikus Islam, nasionalis, komunis/sosialis, namun tak sampai dibawa para tokoh itu ke ranah personal. Cukup berhenti di ranah ideologi atau pandangan politik.
Syafii mencontohkan Soekarno yang kala itu ditahan Orde Baru amat percaya tugasnya bisa digantikan wakilnya Muhammad Hatta yang kerap berbeda pandangan dengannya. "Bahkan seorang Isa Anshary (tokoh Masyumi) kala itu bisa bercengkerama dengan D.N Aidit (pemimpin Partai Komunis Indonesia-PKI), padahal lawan luar biasa itu," ujarnya.
Baca Juga:
Baca juga:
Wejangan Buya Syafii Maarif untuk Capres ...
Buya Syafii Maarif dan Mengapa Politikus ...
Saat peluncuran buku yang juga dihadiri Ketua DPR Bambang Soesatyo itu Buya mengungkapkan harapannya kepada para politikus. "Saya berharap kepada anak buahnya Pak Bambang Soesatyo, janganlah berhenti jadi politisi. Tapi naik kelas jadi negarawan, itu yang kurang saat ini," ujarnya.
Simak: Cerita Buya Syafii Jadi Jurnalis dan Asal Nama Pena Salman Lumpur
Di hadapan Bambang Soesatyo, Buya pun juga berharap DPR bisa menjadi contoh bangsa agar bisa mewujudkan sila kedua Pancasila yang berbunyi Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. "Jangan sampai (bangsa Indonesia) menjadi 'Kemanusiaan yang zalim dan biadab," ujar Syafii.