TEMPO.CO, Semarang - Universitas Diponegoro atau Undip menganugerahkan gelar kehormatan (honoris causa) bidang ilmu hukum kepada Jaksa Agung HM Prasetyo kemarin, Kamis, 22 Februari 2018.
Dalam pidatonya, Prasetyo mengatakan ada empat indikator yang bisa dijadikan bahan evaluasi mengukur pemberantasan korupsi di Indonesia.
Baca juga: Saat Menteri Nasir Main Wayang Orang Bareng Para Guru Besar Undip
Pertama, ucap Prasetyo, penegakan hukum secara represif tidak sebanding dengan pengembalian kerugian negara yang berhasil diselamatkan. Kerugian keuangan negara yang berhasil diselamatkan hanya Rp 21,26 triliun atau 10,42 persen dari total kerugian negara sebesar Rp 203,9 triliun. Angka tersebut terhitung sejak 2001 hingga 2015.
"Ini berati terdapat cost of crime Rp 182,64 triliun kerugian negara yang dikorupsi, tapi harus ditanggung masyarakat," ujarnya dalam pengukuhan gelar honoris causa ilmu hukum kepadanya di Gedung Prof Sudharto, kampus Undip Tembalang, Kamis, 22 Februari 2018.
Di kejaksaan sendiri, upaya pengembalian kerugian keuangan pada 2015-2017 mencapai Rp 1,723 triliun. Sedangkan penyelamatan dan pemulihan keuangan negara melalui pendekatan preventif tercatat Rp 272,23 triliun (15,69 persen).
Dari hal itulah, tutur dia, penegakan hukum represif yang dipraktekkan selama ini belum sejalan dengan prinsip dasar cost and benefit theory. Artinya, masih ada ketimpangan besar antara kerugian keuangan negara dan uang yang mampu dikembalikan.
Baca juga: Jokowi Minta Ada Fakultas Ekonomi Digital Jurusan Toko Online
Indikator evaluasi kedua adalah penegakan hukum represif tidak serta merta mampu menurunkan kuantitas perkara korupsi. Pasalnya, tindak pidana korupsi telah bertransformasi menjadi kejahatan korporasi yang melibatkan para pelaku yang masih muda.
"Ketiga, penegakan hukum represif tidak memberikan kontribusi signifikan terhadap perbaikan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia," kata Prasetyo.
Keempat, penegakan hukum represif sering dianggap tidak sejalan dengan kebijakan pembangunan nasional.