Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

KPK Jawab Tudingan Fredrich Yunadi Soal Jaksa Kurang Paham Hukum

Reporter

image-gnews
Terdakwa Obstruction of Justice Fredrich Yunadi, saat mengikuti persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, 8 Februari 2018. TEMPO/Dewi Nurita
Terdakwa Obstruction of Justice Fredrich Yunadi, saat mengikuti persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, 8 Februari 2018. TEMPO/Dewi Nurita
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjawab tudingan terdakwa kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice, Fredrich Yunadi, yang menyebut KPK tidak paham hukum. KPK pun menolak eksepsi Fredrich dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, Kamis, 22 Februari 2018.

Dalam eksepsinya, Fredrich mengatakan, Pasal 21 dalam UU Nomor 31 Tahun 1999, yang didakwakan jaksa terhadap dia, adalah ranah hukum pidana umum, bukan tindak pidana khusus. Sehingga, menurut dia, KPK tidak berwenang memeriksa atau menuntut dirinya. Begitupun Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) tidak berhak memeriksa dan mengadili perkaranya.

Baca juga: Eksepsi Ditolak, Fredrich Yunadi Tuduh Jaksa Tidak Paham Hukum

"Saya sangat kecewa karena ternyata JPU yang ini mutu pengetahuan terhadap undang-undang itu sangat kurang," kata Fredrich di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, Kamis, 22 Februari 2018.

Menjawab tudingan tersebut, juru bicara KPK, Febri Diansyah menjelaskan, Pasal 21 UU Tipikor tersebut bukanlah hal baru yang digunakan KPK dalam menjerat tersangka kasus obstruction of justice. "Itu bukan hal baru, sering digunakan dan sudah menjadi preseden yang berulang," kata Febri di gedung KPK Merah Putih, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan pada Kamis malam, 22 Februari 2018.

Dalam sidang, Fredrich sempat bersikeras bahwa kasus lain tidak dapat dijadikan landasan hukum untuk perkaranya. Sebab, Indonesia menganut sistem hukum Eropa Kontinental, di mana putusan hakim harus berdasarkan undang-undang yang berlaku. Sedangkan argumen jaksa, menurut Fredrich, mencerminkan hukum Anglo-Saxon Amerika yang tidak dianut Indonesia. Sistem hukum di mana putusan dari hakim terdahulu dapat dijadikan sebagai dasar bagi dalam memutus perkara yang sejenis, atau dikenal dengan istilah yurisdpridensi.

Kembali menanggapi pendapat Fredrich, Febri menjelaskan, meski Indonesia bukanlah negara yang menganut sistem hukum Anglo Saxon, tapi argumentasi dan pertimbangan hukum yang sudah diambil dalam putusan sebelummya dapat menjadi pertimbangan hakim dalam memutus perkara serupa. "Apalagi kalau pasalnya sama," kata Febri.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sebelum Fredrich, lanjut dia, ada sejumlah pihak yang pernah diproses dalam kasus obstruction of justice dengan pasal yang sama. Febri mencontohkan, kasus pertama yang ditangani oleh KPK dan cukup terkenal adalah perkara Anggodo Widjojo dalam kasus cicak vs buaya.

Saat itu, Anggodo Widjojo diduga terlibat dalam mengatur upaya kriminalisasi terhadap dua pimpinan KPK saat itu, Bibit-Chandra. Anggodo kemudian ditetapkan menjadi tersangka menghalangi pemberantasan korupsi dan ditingkat kasasi dihukum 10 tahun penjara oleh Mahkamah Agung. Putusan MA tersebut kemudian menjadi yurisprudensi penerapan ketentuan Pasal 21 UU Tipikor.

Selain itu, kata Febri, masih banyak contoh kasus lain, seperti yang juga disebutkan jaksa dalam persidangan Fredrich. "Jadi, ini jelas bukan hal yang baru. Sekaligus menepis tudingan yang menyebut KPK menggunakan pasal ini untuk orang tertentu atau kepentingan tertentu," kata Febri.

Dia menambahkan, pasal ini juga sudah tidak asing dalam KUHP dan juga dalam ranah hukum sejuta negara di dunia. "Jelas, ini bukan hal yang spesial," kata dia.

Fredrich Yunadi didakwa atas perkara obstruction of justice atau merintangi penyidikan KPK dalam kasus tersangka korupsi kartu tanda penduduk elektronik atau e-KTP dengan tersangka Setya Novanto.

Iklan

Berita Selanjutnya



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

Sudah Berkali Dapat Remisi, Segini Diskon Masa Tahanan Koruptor e-KTP Setya Novanto

7 hari lalu

Terdakwa kasus korupsi KTP Elektronik, Setya Novanto (kiri) menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, 11 Januari 2018. Menurut jaksa KPK, Setya diduga nenerima uang sebesar US $ 7,3 juta dari proyek tersebut. ANTARA
Sudah Berkali Dapat Remisi, Segini Diskon Masa Tahanan Koruptor e-KTP Setya Novanto

Narapidana korupsi e-KTP Setya Novanto beberapa kali mendapatkan remisi masa tahanan. Berapa jumlah remisi yang diterimanya?


Setya Novanto Dapat Remisi Khusus, Ini Kilas Balik Kasus Korupsi E-KTP Berikut Bakpao di Dahinya

23 April 2023

Tersangka kasus korupsi KTP Elektronik Setya Novanto tiba di gedung KPK, Jakarta, 12 November 2017. Kasus yang menimpa Ketua DPR ini menjadi perhatian karena Setya sempat menghilang saat akan dijemput penyidik KPK, lalu terlibat dalam kecelakaan. ANTARA
Setya Novanto Dapat Remisi Khusus, Ini Kilas Balik Kasus Korupsi E-KTP Berikut Bakpao di Dahinya

Narapidana korupsi e-KTP Setya Novanto bersama 207 napi lainnya dapat remisi khusus Hari Raya Idul Fitri 1444 H. Kilas balik kasus Setya Novanto.


Usaha Menyangkal Korupsi, Hilang Ingatan hingga Bawa Nama Tuhan

27 September 2021

Ilustrasi KPK. ANTARA
Usaha Menyangkal Korupsi, Hilang Ingatan hingga Bawa Nama Tuhan

Berbagai cara dilakukan untuk menyangkal tuduhan korupsi, mulai dari membawa nama-nama tuhan hingga mengaku hilang ingatan,


Setya Novanto Digugat Bekas Kuasa Hukumnya Rp 2,25 Triliun

7 November 2020

Terdakwa kasus merintangi penyidikan kasus e-KTP, Fredrich Yunadi saat mendengar keterangan saksi dalam sidang lanjutan kasus dugaan merintangi penyidikan kasus korupsi proyek e-KTP di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, 14 Mei 2018. Sidang kali ini beragendakan mendengarkan kesaksian ahli hukum pidana UII Yogyakarta, Mudzakkir dan pakar hukum tata negara, Margarito Kamis. TEMPO/Fakhri Hermansyah
Setya Novanto Digugat Bekas Kuasa Hukumnya Rp 2,25 Triliun

Fredrich menuding Setya Novanto belum membayar jasanya selama menjadi pengacara terpidana kasus korupsi proyek e-KTP itu.


Mantan Pengacara Setya Novanto Fredrich Yunadi Ajukan Peninjauan Kembali

24 Oktober 2020

Terdakwa kasus merintangi penyidikan kasus e-KTP, Fredrich Yunadi saat mendengar keterangan saksi dalam sidang lanjutan kasus dugaan merintangi penyidikan kasus korupsi proyek e-KTP di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, 14 Mei 2018. Sidang kali ini beragendakan mendengarkan kesaksian ahli hukum pidana UII Yogyakarta, Mudzakkir dan pakar hukum tata negara, Margarito Kamis. TEMPO/Fakhri Hermansyah
Mantan Pengacara Setya Novanto Fredrich Yunadi Ajukan Peninjauan Kembali

Fredrich Yunadi mengajukan Peninjauan Kembali (PK) dalam perkara menghalang-halangi pemeriksaan mantan Ketua DPR Setya Novanto


KPK Ajukan Kasasi atas Putusan Banding Fredrich Yunadi

22 Oktober 2018

Terdakwa kasus merintangi penyidikan kasus KTP Elektronik, Fredrich Yunadi menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, 15 Maret 2018. ANTARA
KPK Ajukan Kasasi atas Putusan Banding Fredrich Yunadi

Pengadilan Tinggi DKI Jakarta kemudian menguatkan putusan Pengadilan Tipikor terhadap Fredrich Yunadi dengan hukuman 7 tahun penjara.


Fredrich Yunadi Ajukan Kasasi Perkaranya ke Mahkamah Agung

13 Oktober 2018

Terdakwa perintangan penyidikan kasus korupsi e-KTP, Fredrich Yunadi, mengikuti sidang pembacaan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis, 28 Juni 2018. Fredrich divonis 7 tahun penjara dan diwajibkan membayar denda Rp 500 juta subsider 5 bulan kurungan. TEMPO/Imam Sukamto
Fredrich Yunadi Ajukan Kasasi Perkaranya ke Mahkamah Agung

Fredrich Yunadi menyatakan tak menerima putusan pengadilan tinggi yang menguatkan putusan di tingkat pertama, yakni 7 tahun penjara.


Pengadilan Tinggi Kuatkan Vonis 7 Tahun Penjara Fredrich Yunadi

10 Oktober 2018

Terdakwa perintangan penyidikan kasus korupsi e-KTP, Fredrich Yunadi, mengikuti sidang pembacaan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis, 28 Juni 2018. Fredrich divonis 7 tahun penjara dan diwajibkan membayar denda Rp 500 juta subsider 5 bulan kurungan. TEMPO/Imam Sukamto
Pengadilan Tinggi Kuatkan Vonis 7 Tahun Penjara Fredrich Yunadi

Pengadilan Tinggi DKI Jakarta tetap menghukum pengacara Fredrich Yunadi 7 tahun penjara dalam kasus merintangi penyidikan korupsi e-KTP.


KPK Ajukan Banding Atas Vonis 7 Tahun Fredrich Yunadi

8 Juli 2018

Terdakwa perintangan penyidikan kasus korupsi e-KTP, Fredrich Yunadi, mengikuti sidang pembacaan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis, 28 Juni 2018. Fredrich divonis 7 tahun penjara dan diwajibkan membayar denda Rp 500 juta subsider 5 bulan kurungan. TEMPO/Imam Sukamto
KPK Ajukan Banding Atas Vonis 7 Tahun Fredrich Yunadi

KPK mengajukan banding atas vonis 7 tahun kepada bekas pengacara Setya Novanto, Fredrich Yunadi.


Sampai Kasasi Bakal Dilakoni Fredrich Yunadi Demi Vonis Bebas

29 Juni 2018

Terdakwa perintangan penyidikan kasus korupsi e-KTP, Fredrich Yunadi, mengikuti sidang pembacaan amar putusan, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis, 28 Juni 2018. Fredrich divonis tujuh tahun penjara dan diwajibkan membayar denda Rp 500 juta subsider 5 bulan kurungan. TEMPO/Imam Sukamto
Sampai Kasasi Bakal Dilakoni Fredrich Yunadi Demi Vonis Bebas

Fredrich Yunadi mengatakan dirinya harus bebas murni.