TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM masih memproses laporan temuan 162 lokasi kuburan massal korban 1965. "Setahu saya, masih dikumpulkan data-datanya. Itu kan masih dari satu pihak dan ada laporan dari kelompok lain," kata Wakil Ketua Komnas HAM Bidang Eksternal, Sandrayati Moniaga di kantor Amnesty International, Jakarta Pusat, Kamis, 22 Februari 2018.
Sebelumnya, seperti dimuat dalam Koran Tempo, Ketua Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 1965 (YPKP 65), Bedjo Untung mendatangi Komnas HAM pada 22 Januari 2018 untuk mendesak penyelesaian kasus HAM masa lalu termasuk laporan kuburan massal itu.
Baca: Komnas HAM Telaah Temuan Kuburan Korban Tragedi 1965-1966
Bedjo Untung mendesak Komnas HAM untuk melakukan verifikasi assessment lokasi, siapa yang dibunuh di kuburan tersebut. Dari kuburan massal itu pula, kata Bedjo, uji forensik dapat dilakukan terhadap kerangka korban yang tersisa untuk selanjutnya dipindahkan ke tempat yang layak.
Selin itu, kedatangan YPKP 65 waktu itu juga meminta Komnas HAM segera membentuk tim penyelidikan untuk mengungkap pelanggaran HAM yang terjadi di Pulau Buru, Maluku. Lokasi ini diduga menyimpan banyak data dan bukti yang lengkap tentang adanya kejahatan kemanusiaan.
Baca: Bedjo Untung Adukan Peristiwa 65, Komnas HAM Ajukan 2 Syarat
Bedjo mengungkapkan mantan Presiden Soeharto pernah menerbitkan surat sebagai Panglima Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban Nomor KEP 009/Kopkam/2/1969 yang menetapkan Pulau Buru sebagai tempat tahanan bagi orang yang dicurigai sebagai komunis.