TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjawab eksepsi atau keberatan yang diajukan Fredrich Yunadi dalam kasus menghalangi penyidikan Setya Novanto terkait dengan perkara kasus korupsi proyek kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP). Dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, hari ini, Kamis, 22 Februari 2018, jaksa menolak eksepsi yang diajukan Fredrich.
"Kami selaku penuntut umum dalam perkara ini berpendapat bahwa eksepsi yang diajukan baik oleh penasihat hukum maupun terdakwa Fredrich Yunadi haruslah ditolak karena tidak beralasan dan bukan termasuk lingkup eksepsi sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 156 ayat 1 KUHAP," kata jaksa KPK, Kresno Anto Wibowo, kepada majelis hakim.
Baca: Fredrich Yunadi Protes karena Masih Pakai Rompi Oranye KPK
Jaksa menjawab eksepsi yang diajukan Fredrich bahwa Pengadilan Tipikor tidak berwenang memeriksa dan mengadili perkara ini. Dalam eksepsinya, pihak Fredrich menyebutkan Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) bukan merupakan tindak pidana korupsi.
Jaksa berpendapat, baik Pengadilan Tipikor maupun KPK berwenang mengadili dan memutus perkara Fredrich ini. Hal itu, kata jaksa, tertuang dalam Bab IV Undang-Undang Tipikor. Jaksa juga mencontohkan tindak pidana serupa yang telah diadili PN Tipikor, seperti kasus pemberian kesaksian palsu oleh Muhtar Ependy, Romi Herton, dan Said Faisal.
Dalam Pasal 55 KUHP, jaksa menjelaskan, terdapat ketentuan yang mengatur bahwa tidak semua pidana termasuk di dalam pasal tersebut. "Bukan terbatas pada tindak pidana umum saja," ujarnya.
Baca: Sidang Fredrich Yunadi, Pelukan dan Kopi dari Sang Istri
Terkait dengan eksepsi Fredrich yang menyinggung kode etik profesi, menurut bekas pengacara Setya ini, urusan kode etik pengacara menjadi wewenang Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi). "Persidangan ini memeriksa dan mengadili terdakwa, bukan sidang kode etik untuk memeriksa ada tidaknya iktikad baik terdakwa yang kebetulan berprofesi sebagai advokat," kata jaksa, Takdir Suhan.
Selain itu, jaksa menolak poin eksepsi Fredrich yang menyebut rekayasa atau rencana jahat bukan merupakan tindak pidana korupsi. Menurut Fredrich, apa yang dilakukannya masih dalam menjalankan tugas profesinya sebagai advokat. Jaksa menyebut poin tersebut telah melampaui lingkup eksepsi sebagaimana tertera dalam Pasal 156 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). "Alasan tersebut jelas telah memasuki materi pokok perkara yang dapat dibuktikan setelah pemeriksaan persidangan," ujar Takdir.
Terakhir, jaksa menolak eksepsi Fredrich yang menyebut surat dakwaan tidak menguraikan secara cermat, jelas, dan lengkap tindak pidana yang didakwakan. Jaksa pun membantah eksepsi tersebut dan menyatakan surat dakwaan itu telah memenuhi ketentuan syarat formal dan syarat materiil sebagaimana Pasal 143 ayat 2 KUHAP.
"Surat dakwaan itu telah membuat identitas terdakwa dan uraian secara cermat, jelas, dan lengkap, mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebut waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan," ujarnya.
Jaksa juga menyebut Fredrich telah memahami surat dakwaan itu dalam sidang agenda pembacaan dakwaan pada 8 Februari 2018. Dengan demikian, jaksa meminta majelis hakim menolak eksepsi Fredrich.
Majelis hakim PN Tipikor akan memutuskan apakah menerima atau menolak eksepsi yang diajukan Fredrich Yunadi itu pada Senin, 5 Maret 2018.