TEMPO.CO, Jakarta - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK, Novel Baswedan, tiba di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Kamis, 22 Februari 2018, sekitar pukul 13.10. Ia bersyukur bisa kembali ke KPK. "Alhamdulillah saya bisa kembali," kata Novel di Gedung Merah Putih KPK.
Novel mengatakan penyerangan terhadapnya tidak akan melemahkannya. "Tapi jadi penyemangat bagi saya," ujarnya.
Baca:
Penyambutan Novel Baswedan di KPK, Baju Putih dan #NovelKembali
Novel Baswedan Kembali Besok, KPK ...
Setelah 10 bulan di Singapura menjalani pengobatan mata akibat disiram air keras orang tak dikenal, Novel pulang ke Indonesia. Kedatangan Novel disambut hangat oleh masyarakat, lembaga masyarakat, pemantau korupsi, serta rekan-rekannya di KPK.
Spanduk, panggung, hingga karangan bunga dipasang menyambut kedatangan Novel. Semua pegawai KPK kompak mengenakan baju berwarna putih menyambut kedatangannya. Mantan Ketua KPK, Abraham Samad, pimpinan, serta pegawai KPK lain datang khusus untuk menyambut Novel.
Juru bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan KPK menyambut Novel dengan gembira terlepas dari segala penyerangan kepada penyidik senior KPK itu. "Kita sambut Novel dengan gembira untuk menunjukkan pemberantasan korupsi tidak akan pernah mundur meski diserang," ucapnya.
Baca juga:
Novel Baswedan Pulang, #NovelKembali Jadi Trending Topik Twitter ...
Kasus Novel Baswedan Belum Terungkap, Din Syamsuddin Curiga ...
Novel disiram air keras saat berjalan pulang setelah menunaikan salat subuh berjemaah di Masjid Al-Ikhsan, tak jauh dari rumahnya di Kelapa Gading, Jakarta Utara. Polda Metro Jaya belum menangkap pelaku penyerangan meski telah merilis dua sketsa wajah terduga pelaku pada 24 November 2017.
Novel mengungkap kasus-kasus besar yang menjerat banyak pejabat negara. Beberapa di antaranya suap cek pelawat Deputi Senior Bank Indonesia Miranda Goeltom pada 2004; korupsi Bank Jabar (2009); suap bekas Bupati Buol, Sulawesi Tengah, Amran Batalipu (2011); korupsi proyek simulator surat izin mengemudi Korlantas Polri (2012); suap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Akil Mochtar (2013); dan megakorupsi proyek kartu tanda penduduk elektronik (2014).