TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Konstitusi menyatakan tidak dapat menerima uji materi Pasal 12 Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi ihwal pemberian kewenangan KPK meminta Direktorat Imigrasi mencegah seseorang bepergian ke luar negeri, yang diajukan mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Setya Novanto. "Menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima," kata ketua hakim konstitusi, Arief Hidayat, di Mahkamah Konstitusi, Rabu, 21 Februari 2018.
Hakim konstitusi Suhartoyo mengakui status Setya Novanto belum menjadi tersangka saat KPK mengajukan permohonan pencegahan ke luar negeri pada 10 April 2017. Demikian juga saat pencekalan kedua kalinya pada 3 Oktober 2017.
Baca:
Uji Materi Setya soal Penetapan Tersangka KPK...
MK Proses Uji Materi UU KPK yang Diajukan Setya Novanto...
Sehingga, kata Suhartoyo, Setya Novanto dapat menjadikan hal itu dasar untuk menyatakan mengalami kerugian konstitusional. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 40/PUU-IX/2011 telah mencoret kata penyelidikan pada Pasal 16 ayat 1 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
Pasal itu sebelumnya menyatakan bahwa pejabat imigrasi menolak seseorang keluar dari wilayah Indonesia untuk kepentingan penyelidikan. Meski begitu, kata Suhartoyo, permohonan Setya Novanto menguji materi pasal itu sudah tidak relevan. Sebab, status mantan Ketua Umum Partai Golkar itu sudah menjadi tersangka ketika mengajukan uji materi di MK.
Baca juga:
Setya Novanto Melawan Lewat Mahkamah Konstitusi
Uji Materi UU KPK, MK Sebut Permohonan...
Setya Novanto melalui kuasa hukumnya saat itu, Fredrich Yunadi, mendaftarkan uji materi Undang-Undang KPK pada 13 November 2017. Setya Novanto ditetapkan sebagai tersangka korupsi kartu tanda penduduk elektronik oleh KPK pada 10 November 2017.
Apalagi saat ini Setya Novanto sedang diadili di Pengadilan Tipikor. “Karena itu, menurut Mahkamah, pemohon telah kehilangan relevansinya," kata Suhartoyo saat membacakan pertimbangan putusan.