TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum PPP, Romahurmuzy alias Romy mengaku didorong pendukungnya maju mendampingi Joko Widodo (Jokowi) dalam Pilpres 2019. Ia membantah kedekatannya dengan Jokowi karena berharap bisa menjadi wakilnya.
"Kalau saya sering ke mana-mana sama Pak Jokowi itu adalah bagian dari saya menunjukkan bagaimana loyalitas PPP terhadap koalisi," ungkap Romy dalam rapat kerja PPP untuk pemenangan Ganjar-Yasin di Semarang, Senin 19 Februari 2018.
Menurut Romy, PPP sudah mematangkan pilihannya pada Jokowi melalui ketetapan Rakernas pada April tahun lalu. Soal wakilnya, ia mempercayakan kepada Jokowi untuk menjatuhkan pilihannya.
Baca juga: Romahurmuziy Menilai Pilkada Jawa Tengah Terlambat Panas
"Soal siapa wakil, biar Pak Jokowi yang memilih. Beliau yang lebih tahu bagaimana sosok yang dibutuhkannya, lebih tahu bagaimana orang yang bisa bekerja bersamanya," ujarnya.
Sebaran spanduk Romy for President menurutnya adalah hal yang wajar. Ia menganggap siapa saja boleh berkeinginan pemimpinnya turut serta menjadi menjabat posisi penting dalam skala nasional.
Romy sempat menyinggung bagaimana dulu saat mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sukses saat menggandeng Jusuf Kalla (JK). Sosok JK merupakan sosok yang religius, keturunan kyai Kalla yang merupakan punggawa di Nahdatul Ulama (NU) dan bendahara pertama NU saat itu.
Baca juga: Ketua Umum PPP: Santri Wajib Berpolitik
"SBY nasionalis, Pak JK agamis. Bahkan Pak JK masih memiliki jabatan di NU Pusat sampai sekarang. Namun saat periode kedua menggandeng wakil dari kalangan lain (Boediono). Apa yang terjadi, sebulan kemudian pasca dilantik muncul kasus Century," ujar Romy.
Romy meyakini membangun negara dengan diimbangi sosok nasionalis-religius akan menguatkan nasionalisme bangsa. Terlebih PPP merupakan partai islam pertama pada masa orde baru yang mampu mendulang suara sebagai partai pemersatu umat islam.