TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin membenarkan adanya istilah kawal anggaran di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sehubungan dengan proyek kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP). Nazaruddin memaparkan ada permintaan kepada Mirwan Amir selaku politikus Partai Demokrat sekaligus mantan Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR untuk meloloskan anggaran proyek e-KTP.
"Cara kawalnya di pimpinan Banggar DPR. Waktu itu yang istilahnya mengijonkan (memesan proyek terlebih dulu sebelum terealisasi) itu Pak Andi Narogong," kata Nazaruddin saat bersaksi untuk terdakwa e-KTP Setya Novanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, Senin, 19 Februari 2018.
Baca: Nazaruddin Sebut Semua Ketua Fraksi DPR Menerima Jatah E-KTP
Nazaruddin tak menjelaskan rinci bagaimana teknis pengawalan proyek itu berlangsung. Namun, Nazaruddin mencontohkan dengan pengalamannya di kasus Permai Grup mengenai suap proyek Kementerian Pendidikan serta Kementerian Olahraga tahun anggaran 2010-2011.
Dalam kasus itu, kata Nazaruddin, ditemukan coretan ketika penyidik KPK menggeledah gedung DPR. Di coretan itu ada sejumlah warna, salah satunya biru.
Warna biru merupakan simbol Partai Demokrat. Hal itu sudah dibenarkan Angelina Sondakh, terpidana suap proyek Kementerian Pendidikan serta Kementerian Olahraga tahun anggaran 2010-2011.
Nazaruddin menyatakan pemberian uang yang berasal dari sumber tidak sah kepada anggota DPR selalu diberikan tunai dan tanpa tanda terima.
Baca juga: Nazaruddin Sebut Akan Bongkar Korupsi Fahri Hamzah
Sebelumnya, beberapa saksi berujar pembahasan anggaran proyek di komisi II pada akhirnya akan dibawa ke banggar, termasuk e-KTP. Menurut mantan Ketua Banggar DPR Melchias Markus Mekeng, tidak ada istilah kawal anggaran selama ia memimpin banggar. Jadwal rapat di banggar DPR dibuat sesuai tata tertib dan UU MD3. Kesepakatan atas suatu hal diputuskan lewat pleno banggar. "Jadi di sini (banggar DPR) tidak ada kawal-mengawal. Mungkin Nazaruddin yang sering mengawal jadi dia tahu," ucap Mekeng.