TEMPO.CO, Jakarta - Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Arif Wibowo membantah ikut menerima aliran dana dari proyek kartu tanda penduduk elektronik atau e-KTP. Arif mengaku baru saja menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat ketika ada pembahasan ihwal proyek e-KTP.
"Sakit kepala saya. Saya nangis. Waktu itu saya masih anggota (DPR) baru dan saya tidak mengerti lebaran politik itu bagaimana," kata Arif saat bersaksi untuk terdakwa dugaan korupsi e-KTP Setya Novanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat pada Senin, 19 Februari 2018.
Baca: Nazaruddin Sebut Semua Ketua Fraksi DPR Menerima Jatah E-KTP
Arif adalah anggota Komisi Pemerintahan DPR periode 2009-2014. Menurut dia, tidak ada arahan atau perintah apapun dari ketua fraksi di DPR sehubungan dengan proyek e-KTP.
Terkait peran Setya Novanto, ia pun mengaku tak tahu-menahu. Arif juga tidak pernah mendengar adanya intervensi Setya kepada anggota Komisi Pemerintahan DPR untuk meloloskan anggaran proyek megakorupsi itu. "Saya orang yang tidak terlalu peduli soal anggaran," ujar Arif.
Baca: Sidang Setya Novanto, Saksi Sebut Ada Uang untuk Melobi DPR
Nama Arif Wibowo sempat disebut menikmati uang dari proyek e-KTP sebesar US$ 108 ribu atau lebih dari Rp 1 miliar. Hari ini, Arif menjadi saksi untuk Setya Novanto. Selain Arief, saksi yang hadir, yakni mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin dan mantan Ketua Badan Anggaran DPR Melchias Markus Mekeng.
Setya didakwa jaksa penuntut umum KPK berperan dalam meloloskan anggaran proyek e-KTP di DPR pada medio 2010-2011 saat dirinya masih menjabat sebagai Ketua Fraksi Partai Golkar. Atas perannya, Setya Novanto disebut menerima total fee sebesar US$ 7,3 juta. Dia juga diduga menerima jam tangan merek Richard Mille seharga US$ 135 ribu. Setya Novanto didakwa melanggar Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 31 tentang Tindak Pidana Korupsi.