TEMPO.CO, Jakarta - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) meminta institusi kepolisian mengusut penyebab kematian Muhammad Jefri, terduga teroris di Indramayu. Pengusutan ini penting karena informasi tentang kematian Jefri tidak jelas dan terindikasi ada pelanggaran hukum.
“Kematian Muhamad Jefri alias MJ ini saat berada di bawah penguasaan Tim Densus 88,” kata Koordinator KontraS, Yati Indriyani dalam keterangan tertulisnya, Jumat 16 Februari 2018.
Baca Juga:
Jefri ditangkap Tim Densus 88 karena diduga terlibat dalam sejumlah kasus terorisme. Namun berdasarkan keterangan keluarga, penangkapan itu tidak disertai surat perintah penangkapan dan penahanan. Jefri dalam kondisi sehat saat polisi datang membawanya.
Berita kematian Jefri disampaikan polisi pada 15 Februari 2018. Padahal pria itu tewas pada sepekan sebelumnya. Menurut Yati, penanganan terduga terorisme seperti ini bakal menuai kontroversi karena tidak transparan dan tidak memperhatikan parameter hak asasi manusia (HAM) serta aturan hukum. “Ini dikhawatirkan akan memicu, menyuburkan atau membuat rantai tindakan terorisme lain,” kata Yati.
KontraS menuntut institusi kepolisian memberikan penjelasan yang transparan atas kematian Jefri ini. Ia tidak ingin kasus kematian Siyono, terduga teroris di Klaten pada 10 Maret 2016, terulang lagi. Dalam kasus Siyono, dua orang anggota Densus 88 hanya diberikan sanksi etik yakni sanksi hukuman demosi tidak percaya dan diwajibkan untuk meminta maaf kepada atasannya, meski kemudian keduanya mengajukan banding.
RIANI SANUSI PUTRI | SSN