TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat politik dari PARA Syndicate, Ari Nurcahyo, memperkirakan bahwa Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK akan menjadi seorang king maker atau tokoh di balik layar yang akan berpengaruh dalam pemilihan presiden 2019.
Hal itu, kata dia, tersirat dari pernyataan Jusuf Kalla beberapa waktu lalu, yang tidak akan maju mendampingi Presiden Joko Widodo periode selanjutnya karena mempertimbangkan usia.
Namun memberikan dua syarat bagi calon wakil yang menggantikannya, yaitu mampu membantu keterpilihan dan pekerjaan Jokowi nanti. "Pasti Pak JK punya peran kuat sebagai king maker untuk melakukan intervensi dan pengaruh yang kuat terhadap proses konsolidasi politik terkait pencapresan 2019," kata Ari di kantor Formappi, Jakarta, Kamis, 15 Februari 2018.
Baca juga: Jusuf Kalla Ajukan 2 Syarat untuk Calon Pendamping Jokowi
Ari mengatakan, posisi JK sebagai king maker sebetulnya sudah diinisiasi sejak pemilihan kepala daerah 2017. JK, kata Ari, menunjukkan pengaruhnya melalui dukungan kepercayaan terhadap Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, yang saat itu menjadi penantang Basuki Tjahaja Purnama sebagai calon inkumben.
Selain itu, menurut Ari, JK juga menginisiasi peran sebagai king maker dalam pilkada 2018 dengan memberi restu kepada calon Gubernur Jawa Tengah, Sudirman Said. "Hal ini menunjukkan bahwa Pak JK the king maker untuk proses politik ke depan. Goal-nya 2019, tapi inisiasi sudah dimulai di pilkada 2017 terutama DKI dan pilkada 2018 untuk Jawa Tengah," ujarnya.
Baca juga: Tak Dampingi Jokowi di Pilpres 2019, JK: Biarkan yang Muda
Adapun hal yang membuat Ari yakin bahwa JK memenuhi syarat sebagai king maker, di antaranya sosok JK merupakan wakil presiden dua kali, politikus senior yang pernah menjabat sebagai Ketua Umum Partai Golongan Karya, tokoh Himpunan Mahasiswa Islam, dan tokoh Makassar.
Karena itu, Ari melihat bahwa sosok JK memiliki latar belakang kultural dan teritorial yang bagus, disertai pengalaman politik dan rekam jejak posisi politik. Latar belakang tersebut, kata dia, menmbuat JK sebagai atribut kuat memainkan peran sentral dalam lobi politik dan konsolidasi politik.