TEMPO.CO, Bandarlampung - Ketua Badan Advokasi Hukum Partai NasDem Provinsi Lampung Wahrul Fauzi Silalahi menyanggah Mustafa ikut tertangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK. Mustafa adalah Ketua Partai NasDem Provinsi Lampung yang menjabat Bupati Lampung Tengah, disebutkan sedang menjalani cuti di luar tanggungan. Cuti ini berkaitan dengan pencalonannya sebagai Gubernur Lampung yang berpasangan dengan Ahmad Jajuli.
"Mustafa baik-baik saja, sehat walafiat. Berita yang menyatakan bahwa Mustafa tertangkap OTT adalah tidak benar," ujar Wahrul dalam klarifikasi yang disampaikan di Bandarlampung, Kamis, 15 Februari 2018.
Baca: OTT Lampung Tengah, KPK Tangkap 14 Orang
Wahrul menegaskan bahwa Mustafa tidak tahu kasus yang sedang ditangani KPK dan koleganya itu sedang dalam status cuti setelah ditetapkan sebagai calon gubernur. "Sehingga (Mustafa) tidak lagi menangani masalah pemerintahan (di Kabupaten Lampung Tengah)."
Menurut Wahrul, Mustafa menyayangkan munculnya pemberitaan yang menyatakan dirinya terkena OTT, karena pemberitaan tersebut tidak sesuai fakta. Karena itu, media massa yang telah menuliskan berita yang tidak benar tersebut harus bertanggung jawab," ujar dia.
"Mustafa memohon kepada semua pihak untuk selalu melakukan klarifikasi dan tidak mudah menyebarkan berita tidak benar, apalagi dengan maksud politis," ujar Wahrul yang juga mantan Direktur LBH Bandarlampung itu pula.
Simak: OTT KPK, Kepala Daerah dari NTT Diamankan
KPK telah menahan 14 orang dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Kabupaten Lampung Tengah dan Jakarta. "Kami konfirmasi memang ada kegiatan tim di lapangan di Lampung dan di Jakarta. Kami amankan totalnya 14 orang, ada yang di Lampung ada yang di Jakarta," kata juru bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi di Jakarta.
Sebanyak 14 orang itu terdiri dari anggota DPRD Kabupaten Lampung Tengah, pejabat Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah, dan pihak swasta. Selain itu, kata dia, lembaganya juga menyita sekitar Rp 1 miliar. "Kami temukan uang di kardus dengan pecahannya Rp 50 ribu dan Rp 100 ribu dengan total sekitar Rp 1 miliar."
Indikasi korupsi itu, Febri melanjutkan, terkait dengan adanya kebutuhan persetujuan terhadap DPRD. "Jadi, pihak-pihak pemerintah kabupatan butuh persetujuan pada DPRD kemudian dilakukan upaya untuk pemberian hadiah atau janji tersebut," ungkap Febri.
Febri menyatakan bahwa belum ada unsur kepala daerah yang diamankan dalam OTT KPK itu. "Jadi, masih (anggota) DPRD. DPRD diamankan di Jakarta dan Lampung. Kemudian ada pegawai dan pejabat pemerintah serta pihak swasta," kaya Febri.