TEMPO.CO, Jakarta - Pengacara Fredrich Yunadi menyebut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyiasati Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) saat menyampaikan nota keberatan atau eksepsi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, pada Kamis, 15 Februari 2018.
Fredrich Yunadi pernah mengajukan gugatan praperadilan untuk menguji keabsahan penetapan tersangka atas dirinya dalam perkara perintangan penyidikan KPK dalam kasus korupsi e-KTP dengan tersangka Setya Novanto. Saat itu, KPK tidak hadir dalam persidangan yang waktunya berpacu dengan sidang pokok perkara, yang bisa menyebabkan praperadilan gugur.
Baca: Pengacara Fredrich Yunadi Jamin Sidang Eksepsi Bakal Seru
"Ada dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh KPK saat terdakwa mengajukan permohonan praperadilan. KPK menyiasati KUHAP dengan sengaja mengulur-ulur waktu agar praperadilan gugur," kata kuasa hukum Fredrich, Sapriyanto Refa di persidangan.
Menurut tim kuasa hukum Fredrich, dalam hal ini, KPK telah melakukan pelanggaran terhadap KUHAP, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat dan Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI).
Tanpa pengujian dan koreksi, kata Refa, selamanya KPK akan selalu menganggap dirinya 'malaikat' yang tidak pernah melakukan kesalahan.
Baca: Fredrich Yunadi Klaim Punya Bukti Rekaman KPK Ancam Keluarganya
Selain itu, tim kuasa hukum Fredrich Yunadi menuding ada maksud lain
di balik cepatnya penanganan perkara Fredrich Yunadi melebihi perkara utama kasus korupsi e-KTP. "Kami menduga ini berkaitan dengan terdakwa menerima surat kuasa dari Setya Novanto untuk melaporkan pimpinan dan penyidik KPK karena dugaan penyalahgunaan wewenang ke Mabes Polri," kata Refa.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah telah membantah jika pihaknya sengaja ingin menggugurkan gugatan praperadilan Fredrich Yunadi dengan tidak hadir dalam sidang praperadilan Fredrich yang digelar pada Senin, 5 Februari 2018. KPK memang tidak hadir dalam sidang praperadilan Fredrich, namun KPK sebenarnya telah menulis surat untuk memohon penundaan sidang. KPK menyebut ada beberapa hal yang masih perlu dilakukan terkait praperadilan tersangka obstruction of justice itu. "Misalnya koordinasi dengan ahli yang perlu diajukan dan bukti-bukti yang juga masih perlu dianalisis," ujar Febri.