TEMPO.CO, Yogyakarta- Penyerangan di Gereja St Lidwina di Dusun Bedog, Trihanggo, Gamping, Sleman, Yogyakarta, menambah daftar catatan buruk kondisi toleransi di Yogyakarta secara khusus dan Indonesia secara umum.
Direktur Pusat Studi Hak Asasi Manusia (Pusham) Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, Eko Riyadi mengatakan penyerangan itu menunjukkan ancaman serius terhadap kebebasan beribadah dan beragama di tengah masyarakat yang majemuk. “Intoleransi sudah lampu merah. Pemerintah daerah semestinya serius mendorong kerja-kerja bina damai dan bina toleransi,” kata Eko ketika menggelar diskusi di kantor Aliansi Jurnalis Independen Yogyakarta, Selasa, 13 Februari 2018.
Baca juga: Penyerangan di Gereja St Lidwina, Ancaman Serius di Tahun Politik
Pusham mendesak agar polisi mengungkap kasus penyerangan Gereja Lidwina secara transparan dan tuntas. Bila tidak diselesaikan dengan baik, maka publik tidak akan percaya pada polisi. Penuntasan kasus juga diperlukan untuk mengantisipasi munculnya rentetan kasus serupa.
Pemerintah wajib menjamin rasa aman setiap warga negaranya untuk beribadah. Hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan serta hak atas rasa aman mendapatkan perlindungan secara konstitusional berdasarkan Pasal 28 Undang-Undang Dasar. “Pemerintah daerah dan institusi penegak hukum tak perlu ragu dan takut bertindak tegas terhadap kelompok maupun orang-orang yang mengancam kehidupan kerukunan beragama,” kata Eko.
Pusham mencatat teror dan ancaman terhadap kehidupan beragama dan beribadah tidak hanya terjadi di Yogyakarta. Pada 27 Januari, Pengasuh Ponpes Al-Hidayah Cicalengka Bandung diserang. Komando Brigade Pimpinan Pusat Persatuan Islam (Persis), Ustad Prawoto juga diserang hingga meninggal setelah dirawat di rumah sakit.
Di Tangerang, Banten, Biksu Mulyanto Nurhalim juga mendapatkan gangguan ketika beribadah. Belum lama ini, sejumlah organisasi masyarakat yang mengatasnamakan agama menolak bakti sosial Gereja Santo Paulus Pringgolayan, Banguntapan, Bantul.
Eko khawatir situasi intoleransi yang semakin memprihatinkan di tingkat Yogyakarta secara khusus maupun nasional akan dimanfaatkan untuk kepentingan politik praktis. Penyebaran doktrin keagamaan yang sempit menyulut kebencian hingga menimbulkan konflik, memecah belah masyarakat.
Terkait penyerangan di Gereja St Lidwina, Gubernur DI Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X kembali mendorong agar pengamanan pada warga yang beribadah makin ditingkatkan sehingga tak terulang insiden di tempat lain.