TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan Bupati Halamahera Timur Rudy Erawan atas kasus suap proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tahun anggaran 2016 pada Senin, 12 Februari 2018. Namun saat ditanya awak media, Rudy kembali membantah jika dirinya menerima suap."Nggak ada komentar ya. Mana, saya nggak terima," kata Rudy sembari dikawal memasuki mobil tahanan KPK.
Pantauan Tempo, Rudy yang mengenakan rompi oranye khas KPK tampak keluar dari gedung KPK Merah Putih sekitar pukul 19.45. Kemudian, Rudy segera dikawal masuk ke mobil tahanan dan dibawa ke rutan KPK untuk ditahan selama 20 hari pertama.
"Tersangka RE (Rudy Erawan) ditahan untuk 20 hari ke depan di Rumah Tahanan Kelas 1 Jakarta Timur Cabang KPK," kata Plh Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati, Senin, 12 Februari 2018.
KPK untuk pertama kali memeriksa Rudy Erawan setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus suap proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tahun anggaran 2016 pada hari ini, Senin, 12 Februari 2018.
KPK menyangka Rudy menerima hadiah atau janji yang bertentangan dengan kewajibannya sebagai bupati. Besaran suap yang diterima oleh Rudy sebesar Rp6,2 miliar. KPK menduga pemberian itu untuk menggerakkan Rudy agar tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.
Rudy juga diduga menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya. Ia dibidik dengan UU Antikorupsi. Rudi membantah menerima duit Rp 6,1 miliar dari Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir. Uang itu diduga diberikan kepada Rudi sebagai Ketua Dewan Pimpinan Daerah PDI Perjuangan Maluku Utara.
BACA: KPK Periksa Bupati Halmahera Timur Tersangka Suap PUPR
Sebelumnya, Rudy juga pernah membantah menerima uang suap. "Tidak pernah sama sekali," kata Rudi menjawab pertanyaan jaksa penuntut umum saat menjadi saksi untuk terdakwa Amran HI Mustary, mantan Kepala Balai Perencanaan Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara, dalam sidang perkara suap PUPR di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin, 13 Februari 2017.
Adanya pemberian uang Rp 6,1 miliar kepada Rudi diakui oleh Imran S. Djumadil, sekretaris pribadi Amran. Berdasarkan kesaksian Imran, uang itu berkaitan dengan dana optimalisasi DPR dan diserahkan dalam tiga tahapan.
Pada hari ini, KPK juga memanggil Imran S Djumadil, sebagai pemilik restoran dan karaoke D'stadion atau CV Multi Wahana Usaha. "Yang bersangkutan dipanggil sebagai saksi untuk tersangka RE," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah.
DEWI NURITA