TEMPO.CO, Jakarta -Terdakwa korupsi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) Setya Novanto jera, tidak mau lagi mengeluarkan buku catatannya yang bersampul hitam. "Kapok," kata Setya sembari tersenyum di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat, Senin, 12 Februari 2018.
Setya tak menjawab ketika ditanya alasannya kapok membuka buku catatannya. Mantan ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) itu hanya tersenyum kepada awak media.
Baca:
Setya Tulis Nama Ibas di Catatannya, Demokrat: Serangan Ngawur ...
Setya Novanto Klaim Tak Lagi Pikirkan Politik di Rutan KPK
Setya kapok membuka buku itu setelah media ramai memberitakan isinya. Buku itu dibuka Setya menjelang sidang lanjutan pada Senin, 5 Februari 2018. Awak media yang mengerumuninya melihat isi buku itu. Pada salah satu halaman buku itu tertulis nama mantan Bendahara Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin dan anak kedua Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Edhie Baskoro Yudhoyono alias Ibas. Di atas dua nama itu, tertulis “justice collaborator”.
Nama Nazaruddin berada persis di bawah tulisan “justice collaborator”. Di bawah nama Nazaruddin, Setya menggambar dua tanda panah. Tanda panah pertama berwarna hitam dan tertulis nama Ibas. Ada juga tanda panah berwarna merah di bawah nama Ibas dan tercantum angka US$500 ribu.
Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Hinca Panjaitan membantah tidak ada dana proyek e-KTP yang mengalir ke Ibas. Menurut Hinca, Ibas tidak ada kaitannya dengan kasus megakorupsi itu. “Ibas sama sekali tidak menerima apa pun. Dia bersih,” kata Hinca saat dihubungi Tempo, Selasa, 6 Februari 2018.
Baca juga: Di Rutan KPK, Setya Novanto Belajar Baca Al ...
Hinca mengatakan akan melawan siapa pun, tak terkecuali Setya, yang mengaitkan kasus dugaan korupsi e-KTP dengan Ibas. Setya dianggapnya melakukan serangan ngawur. Catatan Setya, kata dia, bukan fakta hukum. Meski begitu ia meminta klaririkasi mantan Ketua Umum Partai Golkar itu.
Setya didakwa jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi berperan dalam meloloskan anggaran proyek e-KTP di DPR pada 2010-2011 saat menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar. Setya Novanto disebut menerima imbalan US$7,3 juta. Dia juga diduga menerima jam tangan merek Richard Mille seharga US$135 ribu. Setya Novanto didakwa melanggar Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 31 tentang Tindak Pidana Korupsi.