TEMPO.CO, Jakarta – Zannuba Arifah Chafsoh alias Yenny Wahid, putri presiden ke-4 RI, Abdurrahman Wahid, menanggapi penyerangan di Gereja St Lidwina, Sleman, dan kasus penyerangan yang menimpa pemuka agama. Menurut Yenny, berbagai penyerangan yang terjadi kepada pemuka agama seolah-olah random, tapi dia meyakini ada benang merah atas peristiwa tersebut.
“Berbagai penyerangan yang seolah terjadi secara random akhir-akhir ini, namun tetap ada benang merahnya,” kata Yenny kepada Tempo, Ahad, 11 Februari 2018.
Baca: Polisi: Pelaku Penyerangan Gereja St Lidwina Berstatus Mahasiswa
Benang merah itu, kata Yenny, terlihat dari korbannya yang sama-sama pemuka agama dan penyerangannya tidak memiliki motif yang jelas. Dia menuturkan, bila kasus-kasus itu memang disengaja, motifnya adalah untuk menciptakan rasa tidak aman di tengah masyarakat. “Serta provokasi agar tercipta konflik horizontal,” ujarnya.
Yenny mengimbau semua umat beragama tetap tenang dan tidak terprovokasi. Ia juga mendesak aparat keamanan segera melakukan investigasi demi menghindari spekulasi di masyarakat.
Baca: Begini Detik-detik Penyerangan Gereja St Lidwina Sleman
Penyerangan terhadap jemaat Gereja St Lidwina, Sleman, terjadi pada Ahad pagi, 11 Februari 2018. Terekam dalam sebuah video yang diterima Tempo, seorang pria memasuki gereja, menyerang dan mengacungkan pedangnya. Pelaku telah diketahui bernama Suliyono, seorang mahasiswa berumur 23 tahun. Ia melukai empat anggota jemaat setelah memasuki gereja, lalu berjalan ke altar dan melukai Romo Prier yang sedang memimpin misa.
“Umat sedang menyanyi dalam acara kemuliaan, lalu ada seseorang membawa pedang dan melukai beberapa orang sebelum berjalan ke altar,” ujar Heni, saksi dalam kejadian tersebut.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta Ajun Komisaris Besar Yulianto menyatakan korban berjumlah empat orang dan sedang dirawat di Rumah Sakit Akademik Universitas Gadjah Mada. Menurut Yulianto, walaupun kejadian tersebut terjadi di Gereja St Lidwina, aksi itu bukan sebuah teror, melainkan kasus penganiayaan. “Kalau teror kan pake bom. Ini orang bacok, jadi termasuk kasus penganiayaan,” katanya.