Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Adik Sultan HB X: Kami Sudah Tak Peduli Siapa Calon Raja Yogya

image-gnews
GBPH Prabukusumo. TEMPO/Arif Wibowo
GBPH Prabukusumo. TEMPO/Arif Wibowo
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Sudah hampir tiga tahun perseteruan dalam lingkungan internal keraton Yogya berlangsung sejak Raja Keraton Sri Sultan Hamengku Buwono X mengumumkan sabda raja pertengahan 2015 silam.

Sabda raja Sultan HB X itu oleh para keluarga keraton lain khususnya para pangeran keturunan HB IX dianggap menyalahi paugeran atau tata adat keraton.

Sabda raja Sultan HB X itu antara lain mengganti gelar raja dari Hamengku Buwono menjadi Hamengku Bawono. Serta mengangkat putri sulung HB X, Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Pembayun sebagai putri mahkota dengan mengganti namanya menjadi GKR Mangkubumi.

Baca juga: Enggan Ikut Prosesi Bersama, Adik Sultan HB X: Kami Masih Menjauh

“Kami (para pangeran dari HB IX) sudah sepakat, Ngarso Dalem (HB X) mau berbuat apa saja monggo, silahkan saja,” ujar adik tiri Sultan HB X, Gusti Bendara Pangeran Hario (GBPH) Prabukusumo di Yogya, Kamis 8 Februari 2018.

Bahkan jika Sultan HB X akan mengangkat putri sulungnya sebagai raja keraton pun, Prabu dan para pangeran lain sudah tak peduli. “ Mau sekarang njumenengke (menobatkan) Pembayun (menjadi raja keraton) pun juga silahkan saja, walau tahu itu jelas melanggar paugeran,” ujar Prabu.

Prabukusumo menuturkan ia dan pangeran lain dari kelima permaisuri HB IX sudah lelah dan memilih diam sekarang. Prabukusumo mengatakan pihaknya tak mau lagi terus berbenturan menghadapi sikap HB X dengan sabda rajanya yang sudah dinilai merusak tatanan paugeran keraton itu.

“Kalau kami nuruti jengkel terus, nanti yang stroke malah kami, padahal kami mencoba mengarahkan di jalan yang benar,” ujar Prabu.

Sejak Mahkamah Konstitusi mengabulkan sepenuhnya uji materi terhadap Pasal 18 ayat (1) huruf m Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta yang membuka peluang gubernur Yogya dari kalangan perempuan, para pangeran lain pun juga terus memilih diam.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Meski Prabu menilai putusan MK itu keputusan kekanak-kanakan dan tak masuk akal karena mengabaikan pendapat masukan dari para pangeran keraton lain yang menilai bahwa gubernur perempuan sulit diwujudkan.

Sebab pengisian jabatan gubernur DIY yang tertuang dalam UU Keistimewaan secara tak langsung terikat ketentuan paugeran keraton yang mensyaratkan raja dari kalangan laki-laki. Dalam UU Keistimewaan menegaskan gubernur DIY tak lain raja bertahta keraton.

Prabu menuturkan MK memang membolehkan gubernur DIY perempuan. Namun anehnya dalam UU Keistimewaan itu tak diubah ketentuan lainnya bahwa yang berhak menjadi gubernur DIY adalah raja bertahta di keraton yang bergelar sultan. Sultan sendiri merujuk seorang laki-laki. “Putusan MK itu seperti orang sedang melepas kepalanya tapi terus memegangi ekornya,” ujar Prabu.

Prabu menuturkan meski keputusan suksesi keraton menjadi hak prerogatif Sultan bertahta, namun Prabu menegaskan hak itu tak bisa dipakai ketika melanggar paugeran yang berlaku.

Baca juga: GKR Hemas Bicara Soal Raja Perempuan di Keraton Yogyakarta

“Seperti presiden punya hak prerogatif tapi hak itu tak boleh melanggar konstitusi, begitu pula sultan dengan hak prerogatifnya tak bisa melanggar paugeran adat,” ujarnya.

Prabu sendiri mengaku meski ia dinilai para pangeran lain yang paling berpeluang menggantikan Sultan HB X sesuai paugeran, namun dirinya tak mau ambil pusing.

"Kalau saya prinsipnya yang saya lakukan tidak harus dengan jabatan, siapapun yang jadi raja berikutnya saya manut saja, asal tetap sesuai paugeran," ujar Prabu.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

Tradisi Grebeg Syawal Keraton Yogyakarta, Tahun Ini Tak Ada Rebutan Gunungan, Abdi Dalem Membagikan

3 hari lalu

Prosesi Grebeg Syawal yang digelar Keraton Yogyakarta di Masjid Gedhe Kauman Kamis 11 April 2024. Dok.istimewa
Tradisi Grebeg Syawal Keraton Yogyakarta, Tahun Ini Tak Ada Rebutan Gunungan, Abdi Dalem Membagikan

Tahun ini, tradisi Grebeg Syawal tidak lagi diperebutkan tapi dibagikan oleh pihak Keraton Yogyakarta. Bagaimana sejarah Grebeg Syawal?


Tradisi Grebeg Syawal Yogya, Ini Alasan Gunungan Tak Lagi Diperebutkan Tapi Dibagikan

4 hari lalu

Prosesi Grebeg Syawal yang digelar Keraton Yogyakarta di Masjid Gedhe Kauman Kamis 11 April 2024. Dok.istimewa
Tradisi Grebeg Syawal Yogya, Ini Alasan Gunungan Tak Lagi Diperebutkan Tapi Dibagikan

Keraton Yogyakarta kembali menggelar tradisi Grebeg Syawal dalam memperingati Idul Fitri 2024 ini, Kamis 11 April 2024.


78 Tahun Sultan Hamengkubuwono X, Salah Seorang Tokoh Deklarasi Ciganjur 1998

13 hari lalu

Gubernur Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono X menyebar udik-udik bagian dari acara Kondur Gongso di Masjid Agung Gedhe, Yogyakarta, (23/1). Upacara Kondur Gongso merupakan upacara dalam menyambut Maulud Nabi. TEMPO/Subekti
78 Tahun Sultan Hamengkubuwono X, Salah Seorang Tokoh Deklarasi Ciganjur 1998

Hari ini kelahirannya, Sri Sultan Hamengkubuwono X tidak hanya sebagai figur penting dalam sejarah Yogyakarta, tetapi juga sebagai tokoh nasional yang dihormati.


269 Tahun Yogyakarta Hadiningrat, Apa Isi Perjanjian Giyanti?

34 hari lalu

Prajurit Keraton Yogyakarta mengawal arak-arakan gunungan Grebeg Syawal di halaman Masjid Gede Kauman, Yogyakarta, 18 Juli 2015. Sebanyak enam buah gunungan diarak dalam acara ini. TEMPO/Pius Erlangga
269 Tahun Yogyakarta Hadiningrat, Apa Isi Perjanjian Giyanti?

Perjanjian Giyanti berkaitan dengan hari jadi Yogyakarta pada 13 Maret, tahun ini ke-269.


Menengok Sejarah 13 Maret sebagai Hari Jadi DIY dan Asal-usul Nama Yogyakarta

35 hari lalu

Ilustrasi Keraton Yogyakarta. Shutterstock
Menengok Sejarah 13 Maret sebagai Hari Jadi DIY dan Asal-usul Nama Yogyakarta

Penetapan 13 Maret sebagai hari jadi Yogyakarta tersebut awal mulanya dikaitkan dengan Perjanjian Giyanti pada 13 Februari 1755


Keraton Yogyakarta Gelar Pameran Abhimantrana, Ungkap Makna di Balik Upacara Adat

35 hari lalu

Tarian Beksan Trunajaya membuka Pameran Abhimantrana, Upacara Adat Keraton Yogyakarta yang digelar 9 Maret hingga 25 Agustus 2024. (Dok. Istimewa)
Keraton Yogyakarta Gelar Pameran Abhimantrana, Ungkap Makna di Balik Upacara Adat

Keraton Yogyakarta selama ini masih intens menggelar upacara adat untuk mempertahankan tradisi kebudayaan Jawa.


Mengenal Tradisi Ngapem Ruwahan di Yogyakarta untuk Sambut Ramadan

49 hari lalu

Tradisi Ngapem Ruwahan digelar warga di Yogya sambut Ramadan. (Dok. Istimewa)
Mengenal Tradisi Ngapem Ruwahan di Yogyakarta untuk Sambut Ramadan

Tradisi Ngapem Ruwahan di Yogyakarta mengajak saling memaafkan dan persiapan mental sebelum ibadah puasa Ramadan.


Yogyakarta Gelar Tradisi Labuhan Gunung Merapi dan Pantai Parangkusumo

12 Februari 2024

Serah terima uborampe atau sesaji mengawali Tradisi Labuhan Merapi di Kecamatan Cangkringan Sleman Minggu (11/2). Dok. Istimewa
Yogyakarta Gelar Tradisi Labuhan Gunung Merapi dan Pantai Parangkusumo

Upacara adat yang digelar Keraton Yogyakarta ini merupakan tradisi ungkapan rasa syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan alam


Menelusuri Lokasi Serbuan Tentara Inggris ke Keraton Yogyakarta, Ini Jadwal dan Tiketnya

11 Februari 2024

Wisatawan berkunjung di kawasan Taman Sari, Yogyakarta, Minggu 25 Desember 2022. Kawasan Taman Sari yang dulunya sebagai tempat peristirahatan bagi Raja Keraton Yogyakarta tersebut ramai dikunjungi wisatawan saat libur Natal 2022. ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyasyah
Menelusuri Lokasi Serbuan Tentara Inggris ke Keraton Yogyakarta, Ini Jadwal dan Tiketnya

Dua abad lalu, Keraton Yogyakarta pernah dijarah tentara Inggris, tapi keraton tidak hancur dan mash bertahan sampai saat ini.


Momen Alam Ganjar Bareng Cucu Sultan HB X Berwisata Keliling Keraton Yogyakarta

7 Februari 2024

Putra capres nomor urut 03 Ganjar Pranowo, Alam Ganjar menyambangi Keraton Yogyakarta Selasa 6 Februari 2024. TEMPO| Pribadi Wicaksono.
Momen Alam Ganjar Bareng Cucu Sultan HB X Berwisata Keliling Keraton Yogyakarta

Alam Ganjar menuturkan lawatan ke Keraton Yogyakarta ini menjadi kunjungannya kembali setelah sekian lama tak menyambanginya.