TEMPO.CO, Jakarta - Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi Febri Diansyah mengatakan KPK akan membahas konsekuensi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menetapkan keabsahan lembaga antirasuah itu sebagai obyek hak angket Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), secara internal.
"Secara internal, kami akan membaca dan menganalisis lebih detail terkait dengan putusan MK itu, termasuk sejauh mana konsekuensinya terhadap kelembagaan KPK," kata Febri pada Kamis, 8 Februari 2018.
Baca: Dissenting Opinion, 4 Hakim MK Tolak KPK Sebagai Objek Hak Angket
Hasil pembahasan internal tersebut, menurut Febri, nantinya akan sangat berpengaruh terkait bagaimana sikap KPK dan bagaimana relasi KPK dengan DPR khususnya dengan panitia khusus hak angket KPK. "Jadi masih kami pelajari lebih lanjut," kata dia.
Meskipun KPK tidak dapat menutupi kekecewaannya terhadap putusan MK itu, kata Febri, institusinya tetap menghormati putusan MK. Namun, menurut dia, ada satu hal yang dianggap penting dalam putusan MK tersebut, bahwa kewenangan pengawasan DPR tidak bisa masuk pada proses yudisial yang dilakukan KPK. "Proses yudisial KPK di sini yaitu penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan, harus berjalan independen," kata Febri.
Baca: Diputuskan MK Sah Jadi Obyek Hak Angket DPR, KPK Kecewa
MK menolak permohonan uji materi Pasal 79 ayat 3 Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) tentang penggunaan hak angket DPR terhadap KPK dan menetapkan KPK sebagai obyek hak angket Dewan Perwakilan Rakyat adalah sah pada Kamis, 8 Februari 2018. Permohonan uji materi ini diajukan oleh wadah pegawai KPK.
Putusan MK itu diputuskan setelah pendapat 9 hakim MK terbelah dalam menolak permohonan uji materi yang diajukan sejumlah pegawai KPK terhadap hak angket KPK. Lima hakim menyatakan menolak permohonan pemohon dan menyatakan hak angket KPK yang dibentuk DPR adalah sah. Mereka adalah Anwar Usman, Aswanto, Wahiduddin Adams Manahan MP Sitompul, serta Ketua MK Arief Hidayat. Sementara, empat hakim konstitusi lainnya menyatakan dissenting opinion atau perbedaan pendapat atas putusan tersebut yakni, Maria Farida Indrati, I Dewa Gede Palguna, Saldi Isra dan Suhartoyo.