TEMPO.CO, Jakarta - Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi berbeda pendapat dalam memutuskan permohonan uji materi Pasal 79 ayat 3 Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) tentang penggunaan hak angket DPR terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Empat dari sembilan hakim berpendapat uji materi pemohon seharusnya dikabulkan.
"Empat orang hakim konstitusi memiliki pendapat berbeda," ucap Ketua Majelis Hakim Konstitusi Arief Hidayat dalam sidang di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat pada Kamis, 8 Februari 2018.
Baca juga: MK Putuskan KPK Sebagai Objek Pansus Hak Angket DPR
Empat hakim yang berbeda pendapat atau dissenting opinion itu adalah Maria Farida Indrati, I Dewa Gede Palguna, Saldi Isra, dan Suhartoyo.
Hakim Palguna, Saldi, dan Suhartoyo membantah bahwa KPK merupakan lembaga independen yang bukan berada dalam cabang kekuasaan eksekutif. Dengan demikian, hak angket DPR RI tak dapat digunakan kepada KPK.
Hakim Marida juga berpendapat bahwa KPK bukan merupakan objek hak angket DPR RI yang sah. Meski begitu, Marida mengatakan bahwa KPK merupakan lembaga eksekutif, kendati tidak bertanggung jawab langsung kepada presiden. KPK, ucap Marida, bertanggung jawab kepada publik dan menyampaikan laporannya secara terbuka dan berkala kepada Presiden RI, DPR, serta Badan Pemeriksa Keuangan Indonesia (BPK).
"Sehingga tidak seharusnya KPK menjadi objek hak angket DPR," kata Marida.
Lima hakim konstitusi lainnya berpendapat bahwa KPK merupakan lembaga eksekutif. Dengan demikian, KPK merupakan objek hal angket yang sah. Banyaknya suara penolakan uji materi tersebut membuat majelis hakim memutuskan bahwa KPK sah sebagai objek hak angket DPR RI.
Majelis Hakim menimbang bahwa KPK termasuk lembaga eksekutif yang dibentuk berdasarkan undang-undang sebagai penunjang pemerintah. KPK, kata majelis hakim, melaksanakan tugas dan wewenangnya sebagai lembaga eksekutif.
Permohonan uji materi soal hak angket DPR tersebut sebelumnya diajukan oleh empat pemohon. Keempatnya adalah Forum Kajian Hukum dan Konstitusi, Direktur LIRA Institute Horas Naiborhu, sejumlah pegawai KPK serta koalisi masyarakat sipil gabungan Tim Advokasi Selamatkan KPK dari Angket DPR.