TEMPO.CO, Jakarta - Fredrich Yunadi menuding keterangan dalam surat dakwaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Nomor: 20/TUT.01.04/24/02/2018 atas nama dirinya sebagai terdakwa, direkayasa atau tidak sesuai dengan fakta sebenarnya.
"Surat dakwaan itu palsu, dipalsukan. Untuk itu saya akan mengajukan eksepsi, Yang Mulia," kata Fredrich Yunadi kepada majelis hakim dalam sidang pokok perkara dirinya yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat pada Kamis, 8 Februari 2018.
Baca: KPK ke Fredrich Yunadi: Mari Berhadapan di Sidang Pokok Perkara
Fredrich Yunadi didakwa atas perkara obstruction of justice atau merintangi penyidikan KPK dalam kasus tersangka korupsi kartu tanda penduduk elektronik atau e-KTP dengan tersangka Setya Novanto.
Seusai sidang, kuasa hukum Fredrich Yunadi, Sapriyanto Refa, mengatakan dirinya menemukan banyak fakta yang tidak relevan dengan kejadian yang sesungguhnya dalam surat dakwaan kliennya.
Salah satunya, pada poin dakwaan yang menyebutkan Fredrich Yunadi melakukan rekayasa agar Setya Novanto dirawat inap di Rumah Sakit Medika Permata Hijau. Fredrich diduga sudah memesan kamar pasien terlebih dahulu, sebelum Novanto mengalami kecelakaan.
Fredrich juga meminta dokter RS Permata Hijau untuk merekayasa data medis Setya Novanto. Upaya itu dilakukan dalam rangka menghindari pemeriksaan oleh penyidik KPK.
Baca: Peradi Minta Akses Periksa Fredrich Yunadi ke KPK
Saat itu, Setya Novanto telah berstatus sebagai tersangka perkara tindak pidana korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP).
"Tapi di dalam dakwaan itu tidak jelas kapan Pak Fredrich bertemu dengan pihak rumah sakit untuk memesan. Ini tidak ada. Jadi seolah-olah direkayasa," kata Refa.
Dalam sidang eksepsi nanti, Refa akan membuktikan bahwa kliennya tidak pernah menghalang-halangi penyidikan KPK terhadap Setya Novanto. "Kami akan buktikan, jadi ada domain di mana Fredrich bertindak sebagai pengacara dan itu tidak dapat disebut menghalangi penyidikan," kata Refa.
Fredrich Yunadi didakwa melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Dia diancam hukuman maksimal 12 tahun penjara.