TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Staf Umum TNI Laksamana Madya Didit Herdiawan mengatakan keterlibatan satuan jajaran komando kewilayahan TNI dapat membantu pemerintah daerah serta Polri menjaga keamanan dan ketertiban di daerah, terlebih menjelang pemilihan kepala daerah serentak pada 27 Juni 2018. Menurut Didit, pilkada serentak 2018 di 171 daerah dapat meningkatkan suhu politik, sehingga konflik dan kerawanan sosial berpotensi muncul di daerah-daerah yang menggelar pilkada.
"Perlu kesiapan satuan, kepedulian, serta kemampuan komando di wilayah masing-masing dalam mengimplementasikan tugas-tugas teritorial TNI," ucap Didit dalam keterangan tertulis, Rabu, 7 Februari 2018. Hal itu disampaikannya dalam Rapat Koordinasi Teritorial TNI di Markas Besar TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Selasa, 6 Februari 2018.
Baca:
MoU TNI-Polri, Kapuspen TNI: Bukan Barang Baru
3 Ajang Besar 2018 yang Membuat Polri Teken MoU dengan TNI...
Ia menjamin netralitas TNI dalam pilkada. "Netralitas TNI sudah final dan tidak dapat ditawar-tawar lagi,” katanya.
Pelibatan TNI untuk pengamanan pilkada juga disampaikan Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal Syafruddin. Menurut dia, Polri membutuhkan bantuan TNI untuk mengawal pilkada. "Kita enggak bisa overconfident dengan kemampuan Polri. Itu pasti enggak mungkin Polri mampu, harus di-backup TNI," ujarnya.
Nota kesepahaman TNI-Polri ditandatangani Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian dan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto saat rapat pimpinan bersama pada 23 Januari 2018 di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur. Kesepahaman yang berlaku lima tahun terhitung sejak diteken itu menyatakan TNI akan diperbantukan untuk menghadapi aksi massa.
Baca juga:
Perjanjian Polri-TNI untuk Pengamanan Tahun...
Anggota DPR: MoU TNI dan Polri untuk Antisipasi Pilkada...
Kepolisian, tutur Syafruddin, meneken nota kesepahaman ini untuk mengamankan tiga perhelatan besar pada 2018, yakni pilkada 2018, penyelenggaraan Asian Games 2018 yang dimulai 8 Agustus mendatang, serta pertemuan International Monetary Fund dan World Bank di Bali pada 8-14 Oktober 2018.
Ahli hukum tata negara, Bivitri Susanti, menilai nota kesepahaman TNI-Polri melanggar konstitusi karena kedua lembaga memiliki fungsi dan tugas berbeda. Dalam amendemen Undang-Undang Dasar 1945, TNI dan Polri secara tegas dipisahkan serta memiliki aturan masing-masing.
Kepolisian bertugas menjaga ketertiban masyarakat, sedangkan TNI menjaga ketahanan negara. Ini sesuai dengan misi gerakan reformasi 1998. Nota itu, kata Bivitri seakan memberikan pintu masuk kepada TNI agar menggunakan wewenang kepolisian. “Bahaya jika TNI masuk dalam persoalan ketertiban dan keamanan. Sebab, TNI dilatih untuk perang.”
ADAM PRIREZA | YUSUF MANURUNG | RIANI SANUSI PUTRI