TEMPO.CO, Depok - Wakil Presiden Jusuf Kalla menghadiri Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan 2018 di Pusat Pendidikan dan Latihan Pegawai Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Depok, Jawa Barat. Saat berbicara di depan peserta, Kalla memulainya dengan menyampaikan doa untuk Achmad Budi Cahyono, guru honorer di SMAN 1 Torjun, Sampang, Madura, yang tewas dianiaya muridnya.
"Sebelumnya kita sampaikan doa atas meninggalnya seorang guru di Madura, Pak Achmad, yang telah berjuang walau gajinya Rp 400 ribu dan mendapat musibah seperti itu dari muridnya sendiri," kata Kalla, di Pusdiklat Pegawai Kementerian Pendidikan, Depok, pada Rabu, 7 Februari 2018.
Baca: Guru Wafat Dianiaya Murid, Jokowi: Pendidikan Karakter PR Besar
Achmad Budi Cahyono merupakan guru honorer yang mengampu pelajaran seni lukis di SMAN 1 Torjun. Menjelang ajalnya, dia mengajar di kelas seni pada pukul 13.00 WIB, Kamis, 1 Februari 2018. Saat memberi tugas melukis, salah satu siswa berinisial MH tidak mendengarkan, bahkan mengganggu temannya yang sedang melukis.
Guru itu kemudian menegur MH tapi tak ditanggapi. Dia lalu menghampiri MH dan mencoret pipi MH dengan cat sebagai sanksi. Namun MH tak terima dan emosi. MH memukuli gurunya di dalam kelas. Pemukulan berhenti setelah dilerai siswa lain.
Baca: Guru yang Tewas Seusai Dipukul Muridnya, Seniman Multitalenta
Pada sore harinya, guru Budi mengeluh sakit di leher kepada keluarga, kemudian tak sadarkan diri. Dia dibawa ke RS dr Soetomo Surabaya, tapi pertolongan medis tak berhasil. Guru Budi meninggal dunia dan didiagnosis mengalami mati batang otak.
Jusuf Kalla mengatakan kejadian tersebut membuktikan dunia sudah berubah. Dia mengenang adat di kampungnya dulu yang melarang melawan guru. "Mencela atapnya guru saja tidak boleh. Apalagi melawan guru," ujarnya.
Perubahan ini, menurut Jusuf Kalla, perlu diantisipasi para pendidik, termasuk pemerintah. Rembuk Nasional tahun ini diharapkan bisa membahas upaya untuk memajukan pendidikan di Indonesia.