TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Tim Pemerintah untuk Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) Enny Nurbaningsih mengatakan pemerintah tetap mengatur pasal penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden. Pengaturan ini setelah pemerintah menelaah putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 013-022/PUU-IV/2006 atas gugatan pasal tersebut.
"Suatu tindakan tidak merupakan penghinaan jika dilakukan untuk kepentingan umum dan melakukan pembelaan diri. Rumusan pasal ini sudah sedemikian rupa setelah menelaah keputusan MK 013-022/PUU-IV/2006," kata Enny dalam rapat tim musyawarah di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Senin, 5 Januari 2018.
Baca: PDIP Setuju Pasal Penghinaan Presiden Masuk dalam RKUHP
Pasal penghinaan terhadap presiden diatur dalam pasal 239 RKUHP. Enny mengakui banyak masukan dari sejumlah kelompok masyarakat untuk pengaturan beleid tersebut. Enny mengatakan menghina presiden dan wakil presiden di muka umum bisa dipidana penjara 5 tahun dengan pidana denda kategori 4.
Menurut Enny, pengaturan tersebut juga berdasarkan pengaturan untuk menjaga martabat pimpinan dan perwakilan negara asing. "Kemudian muncul satu pendapat apakah kemudian untuk pimpinan negara kita sendiri dirumuskan yang sejenis, dengan pengecualian," ujarnya.
Baca: Pasal Penghinaan Presiden di RUU KUHP Rentan Digugat
Selain itu, Enny menjelaskan tindak pidana terhadap penyerangan martabat presiden dan wakil presiden diatur pada pasal 238. Ia mengatakan setiap orang yang menyerang diri presiden dan wakil presiden dapat dipidana penjara paling lama 9 tahun. "Penyerangan ini sudah kami jelaskan dalam rangka penganiayaan," ujar Enny.
Pada pasal 240, kata Enny, pidana juga dikenakan kepada pihak yang sengaja menyiarkan dan menyebarkan penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden. Ancamannya adalah 5 tahun penjara. "Terkait ancaman masih menggunakan yang lama, karena kita belum mendapatkan persetujuan dari panja," ujar Enny.