TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Pusat Penerangan TNI Brigadir Jenderal Sabrar Fadhilah mengatakan nota kesepahaman pelibatan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam tugas kepolisian bukan hal yang baru. "Perpanjangan dari MoU yang sudah habis masa berlakunya di 2018," kata Fadhilah di Markas Besar TNI AD, Jakarta Pusat, Senin, 5 Februari 2018.
Fadhilah menjelaskan, salah satu klausul dalam MoU tersebut adalah untuk pengamanan unjuk rasa dan kerusuhan sosial. Tapi, kata dia, tidak ada maksud lain seperti yang dituduhkan bahwa keterlibatan TNI akan seperti era Orde Baru. "Terlalu jauh sekali. Ingat apa yang kami lakukan ini untuk negara dan bangsa. Tujuannya untuk menghindari kerusakan yang lebih besar," ujarnya.
Baca: Soal MoU TNI-Polri, DPR: TNI Jangan Anggap Pendemo Musuh Perang
"TNI tetap patuh terhadap aturan. Karena dalam perbantuan itu mengedepankan polisionil. Bukan kami yang di depan seperti zaman dulu."
Fadhilah mengatakan, pelibatan TNI dalam tugas kepolisian juga sudah beberapa kali dilakukan. Demo buruh, misalnya, TNI ikut melakukan pengamanan dari belakang untuk menjaga obyek vital. Sedangkan, polisi tetap berada di depan jika terjadi kericuhan besar.
"Misalkan terjadi kekacauan, kebetulan di depan atau dekat sekali dengan pasukannya TNI, apa salah TNI melakukan pencegahan? Tetapi tidak represif. Mengedepankan tindakan polisionil," katanya.
Baca: YLBHI Minta Jokowi Batalkan Nota Kesepahaman TNI dan Polri
Nota kesepahaman TNI-Polri ditandatangani Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian dan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto di sela rapat pimpinan di Markas Besar TNI, 23 Januari 2018. Kesepakatan tersebut berlaku selama lima tahun. Isinya, TNI bersedia memberikan bantuan personel kepada kepolisian untuk pengamanan unjuk rasa, mogok kerja, kerusuhan massa, dan konflik sosial. Menurut Syafruddin, nota kerja sama ini merupakan perpanjangan dari kesepakatan yang pernah diteken oleh Kepala Polri Jenderal Timur Pradopo dan Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono pada Januari 2013.
Ahli hukum tata negara, Bivitri Susanti, sebelumnya menilai nota kesepahaman TNI-Polri melanggar konstitusi karena kedua lembaga tersebut memiliki fungsi dan tugas berbeda. Dalam amendemen Undang-Undang Dasar 1945, TNI dan Polri secara tegas dipisahkan dan memiliki aturan masing-masing.
Ia mengatakan kepolisian bertugas menjaga ketertiban masyarakat, sedangkan TNI menjaga ketahanan negara. Ini, kata dia, sesuai dengan misi gerakan reformasi 1998. Nota tersebut seakan memberikan pintu masuk pada TNI agar menggunakan wewenang kepolisian. “Bahaya jika TNI masuk dalam persoalan ketertiban dan keamanan. Sebab, TNI dilatih untuk perang,” kata dia.