TEMPO.CO, JAKARTA- Tim International Peat Mapping (IPM) memenangkan kompetisi gambut berhadiah satu juta dolar AS, Indonesian Peat Prize, yang digelar oleh Badan Informasi Geospasial (BIG).
Dewan Penasihat Ilmiah David Schimel menyebut tim yang terdiri dari ilmuwan dari Remote Sensing Solutions GmbH (RSS), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), dan Universitas Sriwijaya itu menawarkan metode yang paling baik untuk memetakan lahan gambut.
Baca juga: BRG Serahkan Hasil Pemetaan Lahan Gambut dengan Teknologi LiDAR
"Metode tim pemenang menunjukkan sebuah terobosan teknologi, yang dihasilkan dengan cara yang transparan untuk memetakan lahan gambut secara akurat, terjangkau, dan tepat waktu," ujar Schimel, ilmuan riset senior di Laboratorium Propulsi Jet NASA itu dalam keterangan tertulis, Sabtu, 3 Februari 2018.
Anggota tim IPM meliputi pakar pemetaan dan lahan gambut dari Indonesia, Jerman, dan Belanda. Yaitu Prof. Dr. Florian Siegert, Dr. Uwe Ballhorn, Peter Navratil, Prof. Dr. Hans Joosten, Dr. Muh. Bambang Prayitno, Dr. Bambang Setiadi, Felicitas von Poncet, Suroso dan Dr. Solichin Manuri.
Baca Juga:
Salah satu perwakilan dari tim International Peat Mapping, Florian Siegert mengungkapkan kebahagiaan atas kemenangan timnya. Siegert mengatakan timnya telah meneliti lahan gambut tropis sejak 1990.
Mereka mengombinasikan teknologi berbasis satelit dengan model tiga dimensi permukaan bumi, yang dihasilkan melalui peraba jarak jauh optik, untuk mengukur ketebalan gambut secara akurat. Metode yang mereka gunakan juga mencakup verifikasi lapangan terhadap data gambut yang dihasilkan dengan berbagai teknologi tersebut.
"Kami siap mendukung penelitian dan kerja sama ilmiah antara universitas di Indonesia dan Jerman untuk menerapkan dan mengembangkan metode kami," ujar profesor asal Munich, Jerman itu.
Bambang Setiadi, anggota tim dari BPPT, menyatakan bahwa penelitian menunjukkan, ketika tingkat air tanah di hutan rawa gambut tropis berada di posisi rendah di musim kemarau, gambut akan lebih rentan terhadap kebakaran.
"Metodologi ini akan mendukung perolehan data elevasi topografi untuk lahan gambut, termasuk kubah gambut, yang dapat digunakan untuk memahami tingkat air tanah dan penilaian hidrologi lainnya untuk tujuan restorasi."
BIG menyelenggarakan Indonesian Peat Prize untuk merespon minimnya akurasi dan data terkait informasi gambut di Indonesia. Padahal, Indonesia merupakan negara dengan area hutan rawa gambut terbesar di dunia.
Kompetisi yang berlangsung selama dua tahun ini bertujuan untuk menemukan metode terbaik untuk memetakan luasan dan ketebalan lahan gambut, dan diikuti oleh 44 tim peserta yang meliputi berbagai pakar ternama di bidang gambut dan pemetaan.
Penyelenggaraaan Indonesian Peat Prize juga disebut sejalan dengan komitmen Presiden Joko Widodo atau Jokowi dalam Perjanjian Paris ihwal pengelolaan gambut.
Kementerian Pertanian dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan turut berpartisipasi sebagai tim teknis dalam kompetisi tersebut. Sementara itu WRI Indonesia merupakan mitra pelaksana Indonesian Peat Prize. Yayasan David and Lucile Packard menjadi pendukung kompetisi ini.